Berikut ini merupakan fakta-fakta yang terjadi di sekitar kita, yang
mengakibatkan dunia musik Indonesia menjadi membosankan, antara lain :
Plagiat
Plagiarisme adalah penjiplakan atau pengambilan
karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya
seolah karangan dan pendapat sendiri. Plagiat dapat dianggap sebagai
tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Di dunia pendidikan,
pelaku plagiarisme dapat mendapat hukuman berat seperti dikeluarkan dari
sekolah/universitas. Pelaku plagiat disebut sebagai plagiator.
Di Indonesia sendiri banyak plagiator-plagiator yang tidak mengakui
bahwa dirinya plagiat (meskipun banyak juga yang tidak plagiat, namun
pamor mereka kalah oleh yang plagiat), baik itu penyanyi solo, group
band, pengarang lagu dan banyak lagi. Mereka beralasan, hanya
meng-influence aliran/genre musiknya saja, dan itu sudah menjadi satu
senjata andalan bagi mereka untuk beralasan.
Dan ketika salah satu penyanyi solo atau group
band sukses dengan ke-plagiator-annya, maka yang lain sepertinya
berlomba-lomba untuk mengikuti jejak plagiator sukses tersebut. Dan
akhirnya, semakin membosankan musik Indonesia.
Note : Di sini ane tidak akan menampilkan
contoh dari plagiator-plagiator tersebut, demi menjaga nama baik mereka.
Mungkin dari rekan-rekan pastinya sudah tahu siapa saja dan group band
mana saja yang jelas-kelas telah menjadi plagiator.
Lip-sync
Lip-sync atau lip-synch adalah istilah teknis
untuk pencocokan gerakan bibir dengan suara. Dalam sebuah konser musik
atau siaran langsung di televisi, lip sync merupakan hal yang
kontroversial.
Di negara China, kementrian kebudayaan telah mengeluarkan kebijakan
tentang lip sync pada bulan Agustus 2009. Kementerian mengeluarkan
kebijakan itu karena menilai bernyanyi lip sync termasuk kebohongan
publik. Dan sebulan dari itu, dua penyanyi China, Starlets Yin Youcan
dan Fang Ziyuan kedapatan hanya bercuap-cuap saat mereka konser di
Provinsi Sichuan.
Mereka di denda sekitar 80 ribu yuan atau RRp.
110 juta sekaligus menjadi korban pertama kebijakan kementrian
kebudayaan. Kebijakan itu dikeluarkan karena pada tahun 2008, panitia
Olimpiade Beijing melakukan tindakan kontroversial. Memasang gadis muda
yang bernyanyi lip sync saat upacara pembukaan Olimpiade. Panitia
beralasan tindakan itu dilakukan karena penyanyi sebenarnya tidak cukup
cantik untuk ditunjukkan ke seluruh dunia.
Di Indonesia sendiri, lip sync menjadi sesuatu yang wajar dan pelaku nya
pun sepertinya nyaman-nyaman saja (yang penting di bayar kata
"mereka").
Banyak acara-acara pagelaran musik yang
menggunakan "jasa" lip sync, baik itu di siarkan langsung oleh televisi
maunpun tidak. Dan acara tersebut sukses menyedot penonton dan menaikkan
rating acara tersebut mengakibatkan menjamurnya acara "lip sync show"
di berbagai stasiun-stasiun televisi swasta di Indonesia. Namun, banyak
juga acara-acara konser musik yang tidak menggunakan "jasa" lip sync,
seperti : indiefest, soundrenalin, dan banyak lagi.
Tema Lagu Yang Sama
Dalam hal pemilihan judul lagu, hampir semua
penyanyi, group musik, ataupun pencipta lagu memiliki tema yang sama.
Ini membuat semakin membosankannya musik di Indonesia. Ketika seorang
penyanyi atau group musik memiliki sebuah lagu yang sukses dengan tema,
misalkan "selingkuh", maka dengan serempak penyanyi atau group musik
yang lain membuat lagu dengan tema tersebut (meskipun tidak semua,
tetapi kebanyakannya begitu). Mereka mencoba peruntungannya dengan tema
lagu tersebut, meskipun dengan musik seadanya. Dan ini sangat-sangat
menyedihkan.
Pemaksaan Karakter
Mungkin hanya di Indonesia saja yang memiliki aktris/aktor segala
bidang. Pemain sinetron, penyanyi, pemain film layar lebar, penulis
lagu, presenter, dan sebagainya bersatu dalam satu karakter. Mereka
menyebutnya "Aktris/aktor Serba Bisa". Apakah dengan begitu, bisa
disebut "serba bisa"? Belum tentu!. Karena banyak contoh yang
memperlihatkan ke-lucu-an tersebut.
Seseorang yang tidak memiliki bekal, bahkan bakat
dalam dunia musik di paksakan untuk terjun kedalam dunia musik, maka
yang terjadi adalah ke-lucu-an. Mereka menggunakan label keartisannya
untuk mendongkrak popularitas di dunia musik. Memang itu hak mereka
untuk berbuat seperti itu, tapi apakah mereka melihat hak orang lain?!.
Namun, banyak juga yang asalnya terjun di dunia perfilm-an yang akhirnya
hijrah ke dunia musik dan sukses.
Selain dari kalangan artis, banyak juga dari sekelompok orang yang
mencoba untuk sukses di dunia musik. Dan bagi mereka yang tidak memiliki
bakat dalam dunia musik, akhirnya akan tenggelam seiring dengan
bermunculannya sosok-sosok yang memiliki bakat di dunia musik.
Kekuasaan Ada di Tangan Major Label
Mungkin inilah penentu seseorang atau sekelompok
orang sukses atau tidaknya mereka dalam dunia musik. Dan ini merupakan
fakta yang sangat jelas. Major Label-lah yang mengelola rekaman suara
dan penjualannya, termasuk promosi dan perlindungan hak cipta. Mereka
biasanya memiliki kontrak dengan artis-artis musik dan manajer mereka.
Dan sepertinya sudah tidak perlu di jelaskan lagi, bagaimana major label
- major label yang ada di Indonesia, sudah tahu sama tahu. Kekuasaan
Major Label bisa sampai ke kreativitas atau improvisasi para musisi yang
di kontraknya (mungkin di Indonesia saja). Dan hampir semua Major Label
di Indonesia seperti itu!
Namun di luar fakta di atas, ane hanya ingin
menyampaikan sedikit kritik tanpa maksud menyinggung atau melecehkan
seseorang, sekelompok atau bahkan negara sendiri. Ini demi kemajuan
Musik Indonesia. Dan bagi seseorang, sekelompok atau yang lainnya, yang
merasa tersinggung atau tercemarkan nama baiknya, ane mohon maaf.
MARI KITA BANGUN KEMBALI WARNA MUSIK INDONESIA!
0 komentar
Posting Komentar