Hayam Wuruk, raja Majapahit ingin mencari seorang
permaisuri untuk dinikahi. Maka beliau mengirim utusan-utusan ke seluruh
penjuru Nusantara untuk mencarikan seorang putri yang sesuai. Mereka membawa
lukisan-lukisan kembali, namun tak ada yang menarik hatinya. Maka prabu Hayam
Wuruk mendengar bahwa putri Sunda cantik dan beliau mengirim seorang juru lukis
ke sana. Setelah ia kembali maka diserahkan lukisannya. Saat itu kebetulan dua
orang paman prabu Hayam Wuruk, raja Kahuripan dan raja Daha berada di sana hendak
menyatakan rasa keprihatinan mereka bahwa keponakan mereka belum menikah.
Maka Sri Baginda Hayam Wuruk tertarik dengan
lukisan putri Sunda. Kemudian prabu Hayam Wuruk menyuruh Madhu, seorang mantri
ke tanah Sunda untuk melamarnya.
Madhu tiba di tanah Sunda setelah berlayar selama
enam hari kemudian menghadap raja Sunda. Sang raja senang, putrinya dipilih
raja Majapahit yang ternama tersebut. Tetapi putri Sunda sendiri tidak banyak
berkomentar.
Maka Madhu kembali ke Majapahit membawa surat
balasan raja Sunda dan memberi tahu kedatangan mereka. Tak lama kemudian mereka
bertolak disertai banyak sekali iringan. Ada dua ratus kapal kecil dan jumlah
totalnya adalah 2.000 kapal, berikut kapal-kapal kecil.
Kapal jung. Ada kemungkinan rombongan orang Sunda
menaiki kapal semacam ini.
Namun ketika mereka naik kapal, terlihatlah
pratanda buruk. Kapal yang dinaiki Raja, Ratu dan Putri Sunda adalah sebuah
“jung Tatar (Mongolia/Cina) seperti banyak dipakai semenjak perang Wijaya.”
(bait 1. 43a.)
Sementara di Majapahit sendiri mereka sibuk
mempersiapkan kedatangan para tamu. Maka sepuluh hari kemudian kepala desa
Bubat datang melapor bahwa rombongan orang Sunda telah datang. Prabu Hayam
Wuruk beserta kedua pamannya siap menyongsong mereka. Tetapi patih Gajah Mada
tidak setuju. Ia berkata bahwa tidaklah seyogyanya seorang maharaja Majapahit
menyongsong seorang raja berstatus raja vazal seperti Raja Sunda. Siapa tahu
dia seorang musuh yang menyamar.
Maka prabu Hayam Wuruk tidak jadi pergi ke Bubat
menuruti saran patih Gajah Mada. Para abdi dalem keraton dan para pejabat
lainnya, terperanjat mendengar hal ini, namun mereka tidak berani melawan.
Sedangkan di Bubat sendiri, mereka sudah
mendengar kabar burung tentang perkembangan terkini di Majapahit.
Maka raja
Sunda pun mengirimkan utusannya, patih Anepakěn untuk pergi ke Majapahit. Ia
disertai tiga pejabat lainnya dan 300 serdadu. Mereka langsung datang ke rumah
patih Gajah Mada. Di sana beliau menyatakan bahwa Raja Sunda akan bertolak
pulang dan mengira prabu Hayam Wuruk ingkar janji. Mereka bertengkar hebat
karena Gajah Mada menginginkan supaya orang-orang Sunda bersikap seperti
layaknya vazal-vazal Nusantara Majapahit. Hampir saja terjadi pertempuran di
kepatihan kalau tidak ditengahi oleh Smaranata, seorang pandita kerajaan. Maka
berpulanglah utusan raja Sunda setelah diberi tahu bahwa keputusan terakhir
raja Sunda akan disampaikan dalam tempo dua hari.
Sementara raja Sunda setelah mendengar kabar ini
tidak bersedia berlaku seperti layaknya seorang vazal. Maka beliau berkata
memberi tahukan keputusannya untuk gugur seperti seorang ksatria. Demi membela
kehormatan, lebih baik gugur daripada hidup tetapi dihina orang Majapahit. Para
bawahannya berseru mereka akan mengikutinya dan membelanya.
Kemudian raja Sunda menemui istri dan anaknya dan
menyatakan niatnya dan menyuruh mereka pulang. Tetapi mereka menolak dan
bersikeras ingin tetap menemani sang raja.
PUPUH II
Maka semua sudah siap siaga. Utusan dikirim ke
perkemahan orang Sunda dengan membawa surat yang berisikan syarat-syarat
Majapahit. Orang Sunda pun menolaknya dengan marah dan perang tidak dapat
dihindarkan.
Tentara Majapahit terdiri dari prajurit-prajurit
biasa di depan, kemudian para pejabat keraton, Gajah Mada dan akhirnya prabu
Hayam Wuruk dan kedua pamannya.
Pertempuran dahsyat berkecamuk, pasukan Majapahit
banyak yang gugur. Tetapi akhirnya hampir semua orang Sunda dibantai
habisan-habisan oleh orang Majapahit. Anepakěn dikalahkan oleh Gajah Mada
sedangkan raja Sunda ditewaskan oleh besannya sendiri, raja Kahuripan dan Daha.
Pitar adalah satu-satunya perwira Sunda yang masih hidup karena pura-pura mati
di antara mayat-mayat serdadu Sunda.
Kemudian ia lolos dan melaporkan keadaan
kepada ratu dan putri Sunda. Mereka bersedih hati dan kemudian bunuh diri.
Semua istri para perwira Sunda pergi ke medan perang dan melakukan bunuh diri
massal di atas jenazah-jenazah suami mereka.
PUPUH III
Prabu Hayam Wuruk merasa cemas setelah
menyaksikan peperangan ini. Ia kemudian menuju ke pesanggaran putri Sunda.
Tetapi putri Sunda sudah tewas. Maka prabu Hayam Wurukpun meratapinya ingin
dipersatukan dengan wanita idamannya ini.
Setelah itu, upacara untuk menyembahyangkan dan
mendoakan para arwah dilaksanakan. Tidak selang lama, maka mangkatlah pula prabu
Hayam Wuruk yang merana.
Setelah beliau diperabukan dan semua upacara
keagamaan selesai, maka berundinglah kedua pamannya.
Mereka menyalahkan Gajah
Mada atas malapetaka ini. Maka mereka ingin menangkapnya dan membunuhnya.
Kemudian bergegaslah mereka datang ke kepatihan. Saat itu patih Gajah Mada
sadar bahwa waktunya telah tiba. Maka beliau mengenakan segala upakara
(perlengkapan) upacara dan melakukan yoga samadi. Setelah itu beliau menghilang
(moksa) tak terlihat menuju ketiadaan (niskala).
Maka raja Kahuripan dan raja Daha, yang mirip "Siwa dan Buddha" berpulang ke negara mereka karena Majapahit mengingatkan mereka akan peristiwa memilukan yang terjadi.
0 komentar
Posting Komentar