Negara Kertagama – Bagian 1
"Om
awignam astu namas sidam"
Sembah
puji dari hamba yang hina ini ke bawah telapak kaki sang pelindung jagat.
Raja yang senantiasa tenang tenggelam dalam samadi, raja segala raja, pelindung orang miskin, mengatur segala isi negara.
Raja yang senantiasa tenang tenggelam dalam samadi, raja segala raja, pelindung orang miskin, mengatur segala isi negara.
Sang
dewa-raja, lebih diagungkan dari yang segala manusia, dewa yang tampak di atas
tanah.
Merata, serta mengatasi segala rakyatnya, nirguna bagi kaum Wisnawa, Iswara bagi Yogi, Purusa bagi Kapila, hartawan bagi Jambala, Wagindra dalam segala ilmu, dewa Asmara di dalam cinta berahi.
Merata, serta mengatasi segala rakyatnya, nirguna bagi kaum Wisnawa, Iswara bagi Yogi, Purusa bagi Kapila, hartawan bagi Jambala, Wagindra dalam segala ilmu, dewa Asmara di dalam cinta berahi.
Dewa Yama di dalam menghilangkan penghalang dan menjamin damai dunia. Demikianlah pujian pujangga sebelum menggubah sejarah raja, kepada Sri Nata Rajasa Nagara, raja Wilwatikta yang sedang memegang tampuk tahta. Bagai titisan Dewa-Batara beliau menyapu duka rakyat semua. Tunduk setia segenap bumi Jawa bahkan seluruh nusantara.
Pada
tahun 1256 Saka, beliau lahir untuk jadi pemimpin dunia. Selama dalam kandungan di Kahuripan telah tampak tanda
keluhuran. Bumi gonjang-ganjing, asap
mengepul-ngepul, hujan abu, guruh halilintar menyambar-nyambar.
Gunung
Kelud gemuruh membunuh durjana, penjahat musnah dari negara. Itulah tanda bahwa Sanghyang Siwa
sedang menjelma bagai raja besar. Terbukti,
selama bertakhta seluruh tanah Jawa tunduk menadah perintahnya. Wipra, satria, waisya, sudra,
keempat kasta sempurna dalam pengabdian. Durjana berhenti berbuat jahat takut akan keberanian Sri
Nata.
Sang Sri Padukapatni yang ternama adalah nenek Sri Paduka. Seperti titisan Parama Bagawati memayungi jagat raya. Selaku wikuni tua tekun berlatih yoga menyembah Buda.
Tahun 1272 kembali beliau ke Budaloka. Ketika Sri Padukapatni pulang ke Jinapada dunia berkabung.
Sang Sri Padukapatni yang ternama adalah nenek Sri Paduka. Seperti titisan Parama Bagawati memayungi jagat raya. Selaku wikuni tua tekun berlatih yoga menyembah Buda.
Tahun 1272 kembali beliau ke Budaloka. Ketika Sri Padukapatni pulang ke Jinapada dunia berkabung.
Kembali gembira bersembah bakti semenjak Sri Paduka mendaki takhta. Girang ibunda Tri Buwana Wijaya Tungga Dewi mengemban takhta bagai rani di Jiwana resmi mewakili Sri Narendraputra.
Beliau
bersembah bakti kepada ibunda Sri Padukapatni. Setia mengikuti ajaran Buda, menyekar yang telah mangkat. Ayahanda Sri Paduka Prabu ialah Prabu
Kerta Wardana.
Keduanya teguh beriman Buda demi perdamaian praja. Paduka Prabu Kerta Wardana bersemayam di Singasari. Bagai Ratnasambawa menambah
kesejahteraan bersama.
Teguh tawakal memajukan kemakmuran rakyat dan negara. Mahir mengemudikan perdata bijak dalam segala kerja. Putri Rajadewi Maharajasa, ternama
rupawan.Bertakhta di Daha, cantik tak bertara, bersandar enam guna. Adalah bibi Sri Paduka, adik
maharani di Jiwana. Rani Daha dan rani Jiwana bagai
bidadari kembar.
Laki
sang rani Sri Wijayarajasa dari negeri Wengker. Rupawan bagai titisan Upendra, mashur bagai sarjana. Setara raja Singasari, sama teguh di
dalam agama.Sangat mashurlah nama beliau di seluruh tanah Jawa. Adinda Sri Paduka Prabu di
Wilwatikta :
Putri jelita bersemayam di Lasem. Putri
jelita Daha cantik ternama. Indudewi putri Wijayarajasa. Dan lagi putri bungsu Kerta Wardana.
Bertakhta di Pajang, cantik tidak bertara. Putri Sri Baginda Jiwana yang mashur. Terkenal sebagai adinda Sri Paduka.
Telah
dinobatkan sebagai raja tepat menurut rencana. Laki tangkas rani Lasem bagai
raja daerah Matahun. Bergelar Rajasa Wardana sangat bagus
lagi putus dalam daya raja dan rani terpuji laksana Asmara dengan Pinggala. Sri Singa Wardana, rupawan, bagus,
muda, sopan dan perwira bergelar raja Paguhan, beliaulah suami rani Pajang. Mulia pernikahannya laksana
Sanatkumara dan dewi Ida. Bakti
kepada raja, cinta sesama, membuat puas rakyat.
Bre Lasem menurunkan putri jelita Nagarawardani Bersemayam sebagai permaisuri
Pangeran Wirabumi.
Rani Pajang menurunkan Bre Mataram Sri Wikrama Wardana bagaikan titisan Hyang Kumara, wakil utama Sri Narendra.
Putri
bungsu rani Pajang memerintah daerah Pawanuhan. Berjuluk Surawardani masih muda indah laksana lukisan. Para raja pulau Jawa masing-masing
mempunyai negara.
Dan
Wilwatikta tempat mereka bersama menghamba Srinata. Melambung kidung merdu pujian Sang Prabu, beliau membunuh
musuh-musuh. Bak matahari menghembus kabut,
menghimpun negara di dalam kuasa. Girang
janma utama bagai bunga kalpika, musnah durjana bagai kumuda. Dari semua desa di wilayah negara
pajak mengalir bagai air.
Raja menghapus duka si murba sebagai Satamanyu menghujani bumi. Menghukum penjahat bagai dewa Yama,
menimbun harta bagaikan Waruna. Para
telik masuk menembus segala tempat laksana Hyang Batara Bayu. Menjaga pura sebagai dewi Pretiwi,
rupanya bagus seperti bulan. Seolah-olah
Sang Hyang Kama menjelma, tertarik oleh keindahan pura.
Semua para putri dan isteri sibiran dahi Sri Ratih. Namun sang permaisuri, keturunan Wijayarajasa, tetap paling
cantik paling jelita bagaikan Susumna, memang pantas jadi imbangan Sri Paduka.
Berputralah
beliau putri mahkota Kusuma Wardani, sangat cantik rupawan jelita mata,
lengkung lampai, bersemayam di Kabalan. Sang menantu Sri Wikrama Wardana memegang hakim perdata
seluruh negara. Sebagai dewa-dewi mereka bertemu
tangan, menggirangkan pandang.
Tersebut keajaiban kota : tembok batu merah, tebal tinggi, mengitari pura. Pintu barat bernama Pura Waktra, menghadap ke lapangan luas, bersabuk parit. Pohon brahmastana berkaki bodi berjajar panjang, rapi berbentuk aneka ragam. Di situlah tempat tunggu para tanda terus menerus meronda jaga paseban. Di sebelah utara bertegak gapura permai dengan pintu besi penuh berukir. Di sebelah timur : panggung luhur, lantainya berlapis batu putih-putih mengkilat. Di bagian utara, di selatan pekan rumah berjejal jauh memanjang sangat indah.
Di selatan jalan perempat : balai prajurit tempat pertemuan tiap Caitra. Balai agung Manguntur dengan balai Witana di tengah, menghadap padang watangan. Yang meluas ke empat arah, bagian utara paseban pujangga dan Mahamantri Agung. Bagian timur paseban pendeta Siwa-Buda yang bertugas membahas upacara.Pada masa grehana bulan Palguna demi keselamatan seluruh dunia.Di sebelah timur pahoman berkelompok tiga-tiga mengitari kuil Siwa.Di selatan tempat tinggal wipra utama tinggi bertingkat menghadap panggung korban. Bertegak di halaman sebelah barat, di utara tempat Buda bersusun tiga. Puncaknya penuh berukir, berhamburan bunga waktu raja turun berkorban. Di dalam, sebelah selatan
Manguntur
tersekat dengan pintu, itulah paseban. Rumah
bagus berjajar mengapit jalan ke barat, disela tanjung berbunga lebat. Agak jauh di sebelah barat daya:
panggung tempat berkeliaran para perwira. Tepat di tengah-tengah halaman bertegak mandapa penuh burung
ramai berkicau. Di dalam di selatan ada lagi paseban
memanjang ke pintu keluar pura yang kedua.
Dibuat bertingkat tangga, tersekat-sekat, masing-masing berpintu sendiri. Semua balai bertulang kuat bertiang kokoh, papan rusuknya tiada tercela. Para prajurit silih berganti, bergilir menjaga pintu, sambil bertukar tutur. Inilah para penghadap : pengalasan Ngaran, jumlahnya tak terbilang, Nyu Gading Jenggala-Kediri, Panglarang, Rajadewi, tanpa upama.
Dibuat bertingkat tangga, tersekat-sekat, masing-masing berpintu sendiri. Semua balai bertulang kuat bertiang kokoh, papan rusuknya tiada tercela. Para prajurit silih berganti, bergilir menjaga pintu, sambil bertukar tutur. Inilah para penghadap : pengalasan Ngaran, jumlahnya tak terbilang, Nyu Gading Jenggala-Kediri, Panglarang, Rajadewi, tanpa upama.
Waisangka
kapanewon Sinelir, para perwira Jayengprang, Jayagung dan utusan Pareyok Kayu
Apu, orang Gajahan dan banyak lagi. Begini
keindahan lapangan watangan luas bagaikan tak berbatas. Mahamantri Agung, bangsawan, pembantu raja di Jawa, di deret
paling muka. Bayangkari tingkat tinggi berjejal menyusul di deret yang kedua. Di sebelah utara pintu istana di
selatan satria dan pujangga. Di
bagian barat : beberapa balai memanjang sampai mercudesa. Penuh sesak pegawai dan pembantu
serta para perwira penjaga.
Di bagian selatan agak jauh: beberapa ruang, mandapa dan balai. Tempat tinggal abdi Sri Baginda
Paguhan bertugas menghadap. Masuk
pintu kedua, terbentang halaman istana berseri-seri.
Rata dan luas dengan rumah indah berisi kursi-kursi berhias. Di sebelah timur menjulang rumah tinggi berhias lambang kerajaan itulah balai tempat terima tatamu Srinata di Wilwatikta.
Inilah pembesar yang sering menghadap di balai witana : Wredamentri, tanda Mahamantri Agung, pasangguhan dengan pengiring Sang Panca Wilwatikta : mapatih, demung, kanuruhan, rangga. Tumenggung lima priyayi agung yang akrab dengan istana.
Semua patih, demung negara bawahan dan pengalasan. Semua pembesar daerah yang berhati tetap dan teguh. Jika datang berkumpul di kepatihan
seluruh negara lima Mahamantri Agung, utama yang mengawal urusan negara. Satria, pendeta, pujangga, para
wipra, jika menghadap berdiri di bawah lindungan asoka di sisi witana. Begitu juga dua darmadyaksa dan
tujuh pembantunya.
Bergelar arya, tangkas tingkahnya, pantas menjadi teladan. Itulah penghadap balai witana, tempat takhta yang terhias serba bergas. Pantangan masuk ke dalam istana timur agak jauh dan pintu pertama. Ke Istana Selatan, tempat Singa Wardana, permaisuri, putra dan putrinya.
Ke Istana Utara. tempat Kerta Wardana. Ketiganya
bagai kahyangan semua rumah bertiang kuat, berukir indah, dibuat berwarna-warni
Cakinya dari batu merah pating berunjul, bergambar aneka lukisan. Genting atapnya bersemarak serba
meresapkan pandang menarik perhatian.
Bunga
tanjung kesara, campaka dan lain-lainnya terpencar di halaman. Teratur rapi semua perumahan
sepanjang tepi benteng. Timur
tempat tinggal pemuka pendeta Siwa Hyang Brahmaraja.
S
S
elatan Buda-sangga dengan Rangkanadi sebagai pemuka. Barat tempat para arya Mahamantri Agung dan sanak-kadang
adiraja. Di timur tersekat lapangan menjulang
istana ajaib.
Raja Wengker dan rani Daha penaka Indra dan Dewi Saci.Berdekatan dengan istana raja Matahun dan rani Lasem. Tak jauh di sebelah selatan raja Wilwatikta. Di sebelah utara pasar: rumah besar bagus lagi tinggi. Di situ menetap patih Daha, adinda Sri Paduka di Wengker.
Batara Narpati, termashur sebagai tulang punggung praja. Cinta taat kepada raja, perwira,
sangat tangkas dan bijak. Di
timur laut rumah patih Wilwatikta, bernama Gajah Mada.
Mahamantri Agung wira, bijaksana, setia bakti kepada negara. Fasih bicara, teguh tangkas, tenang,
tegas, cerdik lagi jujur. Tangan
kanan maharaja sebagai penggerak roda negara.
Sebelah selatan puri, gedung kejaksaan tinggi bagus. Sebelah timur perumahan Siwa, sebelah barat Buda.Terlangkahi
rumah para Mahamantri Agung, para arya dan satria.
Perbedaan ragam pelbagai rumah menambah indahnya pura. Semua rumah memancarkan sinar warnanya gilang-cemerlang. Menandingi bulan dan matahari, indah
tanpa upama.
Negara-negara
di nusantara dengan Daha bagai pemuka. Tunduk
menengadah, berlindung di bawah kuasa Wilwatikta. Kemudian akan diperinci demi pulau negara bawahan, paling
dulu Melayu: Jambi, Palembang, Toba dan Darmasraya.Pun ikut juga disebut Daerah
Kandis, Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar dan Pane Kampe, Haru serta
Mandailing,
Tamihang,
negara perlak dan padang Lawas dengan Samudra serta Lamuri, Batan, Lampung dan
juga Barus. Itulah terutama negara-negara Melayu
yang telah tunduk. Negara-negara di pulau Tanjungnegara : Kapuas-Katingan,
Sampit, Kota Ungga, Kota Waringin, Sambas, Lawai ikut tersebut. Kadandangan, Landa, Samadang dan
Tirem tak terlupakan. Sedu, Barune, Kalka, Saludung, Solot dan juga Pasir
Barito, Sawaku, Tabalung, ikut juga Tanjung Kutei. Malano tetap yang terpenting
di pulau Tanjungpura. Di
Hujung Medini, Pahang yang disebut paling dahulu.Berikut Langkasuka, Saimwang,
Kelantan serta Trengganu Johor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang serta Kedah
Jerai, Kanjapiniran, semua sudah lama terhimpun.
Di sebelah timur Jawa seperti yang berikut: Bali dengan negara yang penting Badahulu dan Lo Gajah. Gurun serta Sukun, Taliwang, pulau Sapi dan Dompo Sang Hyang Api, Bima. Seram, Hutan Kendali sekaligus. Pulau Gurun, yang juga biasa disebut Lombok Merah.
Dengan
daerah makmur Sasak diperintah seluruhnya. Bantayan di wilayah Bantayan beserta kota Luwuk. Sampai Udamakatraya dan pulau
lain-lainnya tunduk. Tersebut pula pulau-pulau Makasar,
Buton, Banggawi, Kunir, Galian serta Salayar, Sumba, Solot, Muar. Lagi pula anda
(n), Ambon atau pulau Maluku, Wanin, Seran, Timor dan beberapa lagi pulau-pulau
lain.
Berikutnya
inilah nama negara asing yang mempunyai hubungan Siam dengan Ayodyapura, begitu
pun Darmanagari Marutma. Rajapura
begitu juga Singasagari Campa, Kamboja dan
Yawana
ialah negara sahabat. Pulau
Madura tidak dipandang negara asing. Karena
sejak dahulu menjadi satu dengan Jawa. Konon
dahulu Jawa dan Madura terpisah meskipun tidak sangat jauh. Semenjak nusantara menadah perintah
Sri Paduka, tiap musim tertentu mempersembahkan pajak upeti. Terdorong keinginan akan menambah
kebahagiaan. Pujangga dan pegawai diperintah
menarik upeti. Pujangga-pujangga yang lama
berkunjung di nusantara.
Dilarang mengabaikan urusan negara dan mengejar untung. Seyogyanya, jika mengemban perintah ke mana juga, harus menegakkan agama Siwa, menolak ajaran sesat. Konon kabarnya para pendeta penganut Sang Sugata dalam perjalanan mengemban perintah Sri Baginda, dilarang menginjak tanah sebelah barat pulau Jawa. Karena penghuninya bukan penganut ajaran Buda.
Negara
Kertagama - Bagian 2
Tanah sebelah timur Jawa terutama Gurun dan Bali, boleh
dijelajah tanpa ada yang dikecualikan. Bahkan
menurut kabaran begawan Empu Barada, serta raja pendeta Kuturan telah bersumpah
teguh.Para pendeta yang mendapat perintah untuk bekerja, dikirim ke timur ke
barat, di mana mereka sempat melakukan persajian seperti perintah Sri Nata. Resap terpandang mata jika mereka
sedang mengajar. Semua negara yang tunduk setia menganut perintah.
Dijaga dan dilindungi Sri Nata dari pulau Jawa. Tapi yang membangkang, melanggar perintah dibinasakan pimpinan angkatan laut yang telah mashur lagi berjasa. Telah tegak teguh kuasa Sri Nata di Jawa dan wilayah nusantara. Di Sri Palatikta tempat beliau bersemayam, menggerakkan roda dunia. Tersebar luas nama beliau, semua penduduk puas, girang dan lega. Wipra pujangga dan semua penguasa ikut menumpang menjadi mashur.
Sungguh
besar kuasa dan jasa beliau, raja agung dan raja utama. Lepas dari segala duka mengenyam hidup penuh segala
kenikmatan. Terpilih semua gadis manis di
seluruh wilayah Jenggala Kediri. Berkumpul
di istana bersama yang terampas dari negara tetangga.
Segenap
tanah Jawa bagaikan satu kota di bawah kuasa Sri Paduka. Ribuan orang berkunjung laksana
bilangan tentara yang mengepung pura. Semua
pulau laksana daerah pedusunan tempat menimbun bahan makanan. Gunung dan rimba hutan penaka taman
hiburan terlintas tak berbahaya. Tiap
bulan sehabis musim hujan beliau biasa pesiar keliling
Desa
Sima di sebelah selatan Jalagiri, di sebelah timur pura. Ramai tak ada hentinya selama
pertemuan dan upacara prasetyan. Girang
melancong mengunjungi Wewe Pikatan setempat dengan candi lima. Atau pergilah beliau bersembah bakti
ke hadapan Hyang Acalapati.
Biasanya terus menuju Blitar, Jimur mengunjungi gunung-gunung permai.
Di
Daha terutama ke Polaman, ke Kuwu dan lingga hingga desa Bangin. Jika sampai di Jenggala, singgah di
Surabaya, terus menuju Buwun. Pada
tahun 1275 Saka, Sang Prabu menuju Pajang membawa banyak pengiring. Tahun 1276 ke Lasem, melintasi
pantai samudra.
Tahun
1279, ke laut selatan menembus hutan. Lega
menikmati pemandangan alam indah Lodaya, Tetu dan Sideman. Tahun 1281 di Badrapada bulan
tambah.
Sri Nata pesiar keliling seluruh negara menuju kota Lumajang. Naik kereta diiring semua raja Jawa serta permaisuri dan abdi Mahamantri Agung, tanda, pendeta, pujangga, semua para pembesar ikut serta.
Sri Nata pesiar keliling seluruh negara menuju kota Lumajang. Naik kereta diiring semua raja Jawa serta permaisuri dan abdi Mahamantri Agung, tanda, pendeta, pujangga, semua para pembesar ikut serta.
Juga
yang menyamar, Empu Prapanca, girang turut mengiring paduka Maharaja. Tak tersangkal girang sang kawi,
putra pujangga, juga pencinta kakawin. Dipilih
Sri Paduka sebagai pembesar kebudaan mengganti sang ayah. Semua pendeta Buda ramai
membicarakan tingkah lakunya dulu. Tingkah
sang kawi waktu muda menghadap raja berkata, berdamping, tak lain. Maksudnya
mengambil hati, agar disuruh ikut beliau ke mana juga. Namun belum mampu menikmati alam, membinanya, mengolah dan
menggubah. Karya kakawin, begitu warna desa
sepanjang marga terkarang berturut. Mula-mula
melalui Japan dengan asrama dan candi-candi ruk-rebah. Sebelah timur Tebu, hutan Pandawa, Daluwang, Bebala di dekat
Kanci.
Ratnapangkaja serta Kuti, Haji, Pangkaja memanjang bersambung-sambungan. Mandala Panjrak, Pongglang serta Jingan. Kuwu, Hanyar letaknya di tepi jalan.
Habis berkunjung pada candi pasareyan Pancasara, menginap di Kapulungan. Selanjutnya sang kawi bermalam di Waru, di Hering, tidak jauh dari pantai. Yang mengikuti ketetapan hukum jadi milik kepala asrama Saraya.
Tetapi
masih tetap dalam tangan lain, rindu termenung-menung menunggu. Seberangkat Sri Nata dari
Kapulungan, berdesak abdi berarak.Sepanjang jalan penuh kereta, penumpangnya
duduk berimpit-impit.Pedati
di muka dan di belakang, di tengah prajurit berjalan kaki.
Berdesak-desakan, berebut jalan dengan binatang gajah
dan kuda. Tak terhingga jumlah kereta, tapi
berbeda-beda tanda cirinya. Meleret
berkelompok-kelompok, karena tiap mentri lain lambangnya.
Rakrian
sang Mahamantri Agung Patih Amangkubumi penata kerajaan. Keretanya beberapa ratus berkelompok
dengan aneka tanda. Segala kereta Sri Nata Pajang semua
bergambar matahari.
Semua kereta Sri Nata Lasem bergambar cemerlang banteng putih. Kendaraan Sri Nata paha bergambar Dahakusuma mas mengkilat. Kereta Sri Nata Jiwana berhias bergas menarik perhatian.
Kereta
Sri Nata Wilwatikta tak ternilai, bergambar buah mala. Beratap kain geringsing, berhias lukisan mas, bersinar meran
indah. Semua pegawai, parameswari raja dan
juga rani Sri Sudewi. Ringkasnya
para wanita berkereta merah berjalan paling muka.
Kereta
Sri Nata berhias mas dan ratna manikam paling belakang. Jempana-jempana lainnya bercadar beledu, meluap gemerlap. Rapat rampak prajurit pengiring
Jenggala Kediri, Panglarang, Sedah Bayangkari gemruduk berbondong-bondong naik
gajah dan kuda. Pagi-pagi telah tiba di Pancuran
Mungkur, Sri Nata ingin rehat. Sang
rakawi menyidat jalan, menuju Sawungan mengunjungi kerabat. Larut matahari berangkat lagi tepat
waktu Sri Paduka lalu. Ke arah timur menuju Watu Kiken, lalu berhenti di
Matanjung.
Dukuh
sepi kebudaan dekat tepi jalan, pohonnya jarang-jarang. Berbeda-beda
namanya Gelanggang, Badung, tidak jauh dari Barungbung. Tak
terlupakan Ermanik, dukuh teguh-taat kepada Yanatraya. Puas sang darmadyaksa mencicipi
aneka jamuan makan dan minum.
Sampai
di Kulur, Batang di Gangan Asem perjalanan Sri Baginda. Hari mulai teduh, surya
terbenam, telah gelap pukul tujuh malam Sri Paduka memberi perintah memasang
tenda di engah-tengah sawah. Sudah siap habis makan, cepat-cepat mulai
membagi-bagi tempat.
Paginya berangkat lagi menuju Baya, rehat tiga hari tiga malam. Dari Baya
melalui Katang, Kedung Dawa, Rame, menuju Lampes, Times. Serta biara pendeta di
Pogara mengikut jalan pasir lemak-lembut. Menuju daerah Beringin Tiga di Dadap,
kereta masih terus lari.
Tersebut dukuh kasogatan Madakaripura dengan pemandangan indah. Tanahnya
anugerah Sri Paduka kepada Gajah Mada, teratur rapi. Di situlah Sri Paduka
menempati pasanggrahan yang tehias sangat bergas. Sementara mengunjungi mata
air, dengan ramah melakukan mandi bakti.
Sampai di desa Kasogatan, Sri Paduka dijamu makan minum. Pelbagai penduduk Gapuk, Sada, Wisisaya, Isanabajra, Ganten, Poh, Capahan, Kalampitan, Lambang, Kuran, Pancar, We, Petang. Yang letaknya di lingkungan biara, semua datang menghadap. Begitu pula desa Tunggilis, Pabayeman ikut berkumpul. Termasuk Ratnapangkaja di Carcan, berupa desa perdikan.
Itulah
empat belas desa Kasogatan yang berakuwu. Sejak dahulu delapan saja yang
menghasilkan bahan makanan. Fajar menyingsing, berangkat lagi
Sri Paduka melalui Lo Pandak, Ranu Kuning, Balerah, Bare-bare, Dawohan,
Kapayeman, Telpak, Baremi, Sapang serta Kasaduran. Kereta berjalan cepat-cepat menuju
Pawijungan. Menuruni lurah, melintasi sawah, lari menuju Jaladipa, Talapika,
Padali, Arnon dan Panggulan. Langsung ke Payaman, Tepasana ke
arah kota Rembang. Sampai di Kemirahan yang letaknya di pantai lautan.
Di Dampar dan Patunjungan Sri Paduka bercengkerama menyisir tepi lautan. Ke jurusan timur turut pasisir datar, lembut-limbur dilintasi kereta. Berhenti beliau di tepi danau penuh teratai, tunjung sedang berbunga. Asyik memandang udang berenang dalam air tenang memperlihatkan dasarnya. Terlangkahi keindahan air telaga yang lambai-melambai dengan lautan.
Di Dampar dan Patunjungan Sri Paduka bercengkerama menyisir tepi lautan. Ke jurusan timur turut pasisir datar, lembut-limbur dilintasi kereta. Berhenti beliau di tepi danau penuh teratai, tunjung sedang berbunga. Asyik memandang udang berenang dalam air tenang memperlihatkan dasarnya. Terlangkahi keindahan air telaga yang lambai-melambai dengan lautan.
Danau
ditinggalkan menuju Wedi dan Guntur tersembunyi di tepi jalan. Kasogatan
Bajraka termasuk wilayah Taladwaja sejak dulu kala. Seperti juga Patunjungan, akibat
perang belum kembali ke asrama.
Terlintas tempat tersebut, ke timur
mengikut hutan sepanjang tepi lautan.
Berhenti di Palumbon berburu sebentar, berangkat setelah surya larut. Menyeberangi
sungai Rabutlawang yang kebetulan airnya sedang surut. Menuruni lurah Balater menuju pantai
lautan lalu bermalam lagi. Pada waktu fajar menyingsing, menuju Kunir Basini,
di Sadeng bermalam.
Malam berganti malam, Sri Paduka pesiar menikmati alam Sarampuan. Sepeninggal-nya beliau menjelang kota Bacok bersenang-senang di pantai. Heran memandang karang tersiram riak gelombang berpancar seperti hujan. Tapi sang rakawi tidak ikut berkunjung di Bacok, pergi menyidat jalan. Dari Sadeng ke utara menjelang Balung, lerus menuju Tumbu dan Habet.
Malam berganti malam, Sri Paduka pesiar menikmati alam Sarampuan. Sepeninggal-nya beliau menjelang kota Bacok bersenang-senang di pantai. Heran memandang karang tersiram riak gelombang berpancar seperti hujan. Tapi sang rakawi tidak ikut berkunjung di Bacok, pergi menyidat jalan. Dari Sadeng ke utara menjelang Balung, lerus menuju Tumbu dan Habet.
Galagah,
Tampaling, beristirahat di Renes seraya menanti Sri Paduka. Segera berjumpa
lagi dalam perjalanan ke Jayakreta-Wanagriya. Melalui Doni Bontong. Puruhan,
Bacek, Pakisaji, Padangan terus ke Secang. Terlintas Jati Gumelar, Silabango.
Ke utara ke Dewa Rame dan Dukun.
Lalu
berangkat lagi ke Pakembangan. Di situ bermalam, segera berangkat. Sampailah
beliau ke ujung lurah Daya. Yang
segera dituruni sampai jurang. Dari pantai ke utara sepanjang jalan.
Sangat
sempit sukar amat dijalani. Lumutnya licin akibat kena hujan. Banyak kereta
rusak sebab berlanggar. Terlalu
lancar lari kereta melintas Palayangan. Dan Bangkong dua desa tanpa cerita
terus menuju Sarana, mereka yang merasa lelah ingin berehat. Lainnya bergegas
berebucalan menuju Surabasa. Terpalang matahari terbenam berhenti di padang
lalang. Senja pun turun, sapi lelah dilepas dari pasangan.
Perjalanan
membelok ke utara melintas Turayan. Beramai-ramai lekas-lekas ingin
mencapai Patukangan.
Panjang
lamun dikisahkan kelakuan para mentri dan abdi. Beramai-ramai Sri Paduka telah
sampai di desa Patukangan. Di tepi laut lebar tenang rata terbentang di barat
Talakrep Sebelah utara pakuwuan pesanggrahan Sri Baginda. Semua Mahamantri
Agung mancanagara hadir di pakuwuan. Juga jaksa Pasungguhan Sang Wangsadiraja
ikut menghadap.
Para Upapati yang tanpa cela, para pembesar agama. Panji Siwa dan Panji Buda
faham hukum dan putus sastera. Sang adipati Suradikara memimpin upacara
sambutan.
Diikuti segenap penduduk daerah wilayah Patukangan. Menyampaikan persembahan, girang bergilir dianugerahi kain Girang rakyat girang raja, pakuwuan berlimpah kegirangan. Untuk pemandangan ada rumah dari ujung memanjang ke lautan. Aneka bentuknya, rakit halamannya, dari jauh bagai pulau. Jalannya jembatan goyah kelihatan bergoyang ditempuh ombak.
Diikuti segenap penduduk daerah wilayah Patukangan. Menyampaikan persembahan, girang bergilir dianugerahi kain Girang rakyat girang raja, pakuwuan berlimpah kegirangan. Untuk pemandangan ada rumah dari ujung memanjang ke lautan. Aneka bentuknya, rakit halamannya, dari jauh bagai pulau. Jalannya jembatan goyah kelihatan bergoyang ditempuh ombak.
Itulah
buatan sang arya bagai persiapan menyambut raja. Untuk mengurangi sumuk akibat teriknya matahari Sri Paduka
mendekati permaisuri seperti dewa-dewi. Para putri laksana apsari turun dari
kahyangan. Hilangnya keganjilan berganti pandang penuh heran cengang.
Berbagai-bagai permainan diadakan demi kesukaan. Berbuat segala apa yang
membuat gembira penduduk. Menari topeng. bergumul, bergulat, membuat orang
kagum.
Sungguh beliau dewa menjelma sedang mengedari dunia. Selama kunjungan di desa
Patukangan Para Mahamantri Agung dari Bali dan Madura.
Dari
Balumbung, kepercayaan Sri Paduka Mahamantri Agung seluruh Jawa Timur
berkumpul.
Persembahan bulu bekti bertumpah-limpah. Babi, gudel, kerbau, sapi, ayam dan
anjing.
Bahan kain yang diterima bertumpuk timbun. Para penonton tercengang-cengang
memandang.
Tersebut
keesokan hari pagi-pagi. Sri Paduka keluar di tengah-tengah rakyat.
Diiringi para kawi serta pujangga. Menabur harta membuat gembira rakyat. Hanya
pujangga yang menyamar Empu Prapanca sedih tanpa upama Berkabung kehilangan
kawan kawi-Buda Panji Kertayasa. Teman bersuka-ria, ternan karib dalam upacara
gama.
Beliau dipanggil pulang, sedang mulai menggubah arya megah. Kusangka tetap
sehat, sanggup mengantar aku ke mana juga. Beliau tahu tempat-tempat mana yang
layak pantas dilihat.
Rupanya
sang pujangga ingin mewariskan karya megah indah. Namun mangkatlah beliau,
ketika aku tiba, tak terduga. Itulah lantarannya aku turut berangkat ke desa
Keta. Melewati Tal Tunggal, Halalang panjang. Pacaran dan Bungatan Sampai Toya
Rungun, Walanding, terus Terapas, lalu beralam. Paginya berangkat ke Lemah
Abang, segera tiba di Keta.
Tersebut perjalanan Sri Baginda ke arah barat. Segera sampai Keta dan tinggal di sana lima hari.
Tersebut perjalanan Sri Baginda ke arah barat. Segera sampai Keta dan tinggal di sana lima hari.
Girang
beliau melihat lautan, memandang balai kambang. Tidak lupa menghirup kesenangan
lain sehingga puas. Atas perintah sang arya semua Mahamantri Agung menghadap.
Wiraprana bagai kepala upapati Siwa-Buda. Mengalir rakyat yang datang sukarela
tanpa diundang.
Membawa
bahan santapan, girang menerima balasan. Keta telah ditinggalkan.
Jumlah pengiring malah bertambah. Melintasi Banyu Hening, perjalanan sampai
Sampora.
Terus ke Daleman menuju Wawaru, Gebang, Krebilan. Sampai di Kalayu Sri Paduka
berhenti ingin menyekar. Kalayu adalah nama desa perdikan kasogatan.
Tempat candi pasareyan sanak kadang Sri Paduka Prabu.
Negara
Kertagama - Bagian 3
Penyekaran di pasareyan dilakukan dengan sangat hormat.
"Memegat sigi" nama upacara penyekaran itu. Upacara berlangsung
menepati segenap aturan. Mulai dengan jamuan makan meriah tanpa upama. Para
patih mengarak Sri Paduka menuju paseban.
Genderang dan kendang bergetar mengikuti gerak tandak. Habis penyekaran raja
menghirup segala kesukaan. Mengunjungi desa-desa disekitarnya genap lengkap.
Beberapa malam lamanya berlumba dalam kesukaan. Memeluk wanita cantik dan
meriba gadis remaja. Kalayu ditinggalkan, perjalanan menuju Kutugan.
Melalui Kebon Agung, sampai Kambangrawi bermalam. Tanah anugerah Sri Nata
kepada Tumenggung Nala. Candinya Buda menjulang tinggi, sangat elok bentuknya.
Perjamuan Tumenggung Empu Nala jauh dari cela. Tidak diuraikan betapa lahap Sri
Baginda bersantap. Paginya berangkat lagi ke Halses,
Berurang, Patunjungan.
Terus langsung melintasi Patentanan, Tarub dan Lesan.
Segera Sri Paduka sampai di Pajarakan, di sana bermalam empat hari. Di tanah lapang sebelah selatan candi Buda beliau memasang tenda. Dipimpin Arya Sujanotama para mantri dan pendeta datang menghadap. Menghaturkan pacitan dan santapan, girang menerima anugerah uang. Berangkat dari situ Sri Paduka menuju asrama di rimba Sagara.
Mendaki bukit-bukit ke arah selatan dan melintasi terusan Buluh. Melalui
wilayah Gede, sebentar lagi sampai di asrama Sagara. Letaknya gaib ajaib di
tengah-tengah hutan membangkitkan rasa kagum rindu. Sang pujangga Empu Prapanca
yang memang senang bermenung tidak selalu menghadap. Girang melancong ke taman
melepaskan lelah melupakan segala duka. Rela melalaikan paseban mengabaikan
tata tertib para pendeta.
Memburu nafsu menjelajah rumah berbanjar-banjar dalam deretan berjajar. Tiba di
taman bertingkat, di tepi pesanggrahan tempat bunga tumbuh lebat.
Suka
cita Empu Prapanca membaca cacahan (pahatan) dengan slokanya di dalam cinta. Di
atas tiap atap terpahat ucapan seloka yang disertai nama Pancaksara pada
penghabisan tempat terpahat samar-samar, menggirangkan. Pemandiannya penuh
lukisan dongengan berpagar batu gosok tinggi. Berhamburan bunga nagakusuma di
halaman yang dilingkungi selokan Andung, karawira, kayu mas, menur serta kayu
puring dan lain-lainnya. Kelapa gading kuning rendah menguntai di sudut
mengharu rindu pandangan. Tiada sampailah kata meraih keindahan asrama yang
gaib dan ajaib. Beratapkan hijuk, dari dalam dan luar berkesan kerasnya tata
tertib. Semua para pertapa, wanita dan priya, tua muda nampaknya bijak.
Luput dari cela dan klesa, seolah-olah Siwapada di atas dunia.
Habis berkeliling asrama, Sri Paduka lalu dijamu.
Para
pendeta pertapa yang ucapannya sedap resap. Segala santapan yang tersedia dalam
pertapan. Sri Paduka membalas harta. membuat mereka gembira. Dalam pertukaran
kata tentang arti kependetaan. Mereka mencurahkan isi hati, tiada tertahan.
Akhirnya cengkerma ke taman penuh dengan kesukaan Kegirang-girangan para
pendeta tercengang memandang.
Habis
kesukaan memberi isyarat akan berangkat. Pandang sayang yang ditinggal
mengikuti langkah yang pergi. Bahkan yang masih remaja putri sengaja merenung.
Batinnya : dewa asmara turun untuk datang menggoda. Sri Paduka berangkat,
asrama tinggal berkabung.
Bambu
menutup mata sedih melepas selubung. Sirih menangis merintih, ayam raga
menjerit.
Tiung mengeluh sedih, menitikkan air matanya. Kereta lari cepat, karena jalan menurun.
Melintasi rumah dan sawah di tepi jalan. Segera sampai Arya, menginap satu malam.
Paginya ke utara menuju desa Ganding. Para mentri mancanegara dikepalai Singadikara, serta pendeta Siwa-Buda.
Tiung mengeluh sedih, menitikkan air matanya. Kereta lari cepat, karena jalan menurun.
Melintasi rumah dan sawah di tepi jalan. Segera sampai Arya, menginap satu malam.
Paginya ke utara menuju desa Ganding. Para mentri mancanegara dikepalai Singadikara, serta pendeta Siwa-Buda.
Membawa
santapan sedap dengan upacara. Gembira dibalas Sri Paduka dengan mas dan kain.
Agak lama berhenti seraya istirahat. Mengunjungi para penduduk segenap desa.
Kemudian menuju Sungai Gawe, Sumanding, Borang, Banger, Baremi lalu lurus ke barat. Sampai Pasuruan menyimpang jalan ke selatan menuju Kepanjangan.
Agak lama berhenti seraya istirahat. Mengunjungi para penduduk segenap desa.
Kemudian menuju Sungai Gawe, Sumanding, Borang, Banger, Baremi lalu lurus ke barat. Sampai Pasuruan menyimpang jalan ke selatan menuju Kepanjangan.
Menganut
jalan raya kereta lari beriring-iring ke Andoh Wawang ke Kedung Peluk dan ke
Hambal, desa penghabisan dalam ingatan. Segera Sri Paduka menuju kota Singasari
bermalam di balai kota. Empu Prapanca tinggal di sebelah barat Pasuruan. Ingin
terus melancong menuju asrama. Indarbaru yang letaknya di daerah desa. Hujung
Berkunjung di rumah pengawasnya, menanyakan perkara tanah asrama. Lempengan
Serat Kekancingan pengukuh diperlihatkan, jelas setelah dibaca. Isi Serat
Kekancingan : tanah datar serta lembah dan gunungnya milik wihara. Begitupula
sebagian Markaman, ladang Balunghura, sawah.
Hujung
Isi Serat Kekancingan membujuk sang pujangga untuk tinggal jauh dari pura.
Bila telah habis kerja di pura, ingin ia menyingkir ke Indarbaru. Sebabnya
terburu-buru berangkat setelah dijamu bapa asrama karena ingat akan giliran
menghadap di balai Singasari.
Habis
menyekar di candi makam, Sri Paduka mengumbar nafsu kesukaan. Menghirup sari
pemandangan di Kedung Biru, Kasurangganan dan Bureng.
Pada
subakala Sri Paduka berangkat ke selatan menuju Kagenengan. Akan berbakti
kepada pasareyan batara bersama segala pengiringnya Harta. perlengkapan.
makanan. dan bunga mengikuti jalannya kendaraan.
Didahului
kibaran bendera,sdisambut sorak-sorai dari penonton. Habis penyekaran, Baginda
keluar dikerumuni segenap rakyat. Pendeta Siwa-Buda dan para bangsawan berderet
leret di sisi beliau. Tidak diceritakan betapa rahap Sri Paduka bersantap
sehingga puas.
Segenap rakyat girang menerima anugerah bahan pakaian yang indah. Tersebut
keindahan candi makam, bentuknya tiada bertara.
Pintu
masuk terlalu lebar lagi tinggi, bersabuk dari luar. Di dalam terbentang
halaman dengan rumah berderet di tepinya. Ditanami aneka ragam bunga, tanjung,
nagasari ajaib.
Menara lampai menjulang tinggi di tengah-tengah, terlalu indah. Seperti gunung
Meru dengan arca Batara Siwa di dalamnya. Karena Girinata putra disembah bagai
dewa batara.
Datu leluhur Sri Naranata yang disembah di seluruh dunia. Sebelah selatan candi
pasareyan ada candi sunyi terbengkalai. Tembok serta pintunya yang masih
berdiri, berciri kasogatan lantai di dalam.
Hilang
kakinya bagian barat, tinggal yang timur. Sanggar dan pemujaan yang utuh,
bertembok tinggi dari batu merah. Di sebelah utara, tanah bekas kaki rumah
sudahlah rata.
Terpencar tanamannya nagapuspa serta salaga di halaman. Di luar gapura pabaktan
luhur, tapi telah longsor tanahnya. Halamannya luas tertutup rumput, jalannya
penuh dengan lumut laksana wanita sakit merana lukisannya lesu-pucat.
Berhamburan daun cemara yang ditempuh angin, kusut bergelung. Kelapa gading
melulur tapasnya, pinang letih lusuh merayu.
Buluh
gading melepas kainnya, layu merana tak ada hentinya. Sedih mata yang
memandang, tak berdaya untuk menyembuhkannya. Kecuali menanti Hayam Wuruk
sumber hidup segala makhluk.
Beliau
mashur bagai raja utama, bijak memperbaiki jagad. Pengasih bagi yang menderita
sedih, sungguh titisan batara. Tersebut lagi, paginya Sri Paduka berkunjung ke
candi Kidal.
Sesudah menyembah batara, larut hari berangkat ke Jajago. Habis menghadap arca
Jina, beliau berangkat ke penginapan. Paginya menuju Singasari, belum lelah
telah sampai Bureng.
Keindahan Bureng : telaga bergumpal airnya jernih. Kebiru-biruan, di tengahnya
candi karang bermekala. Tepinya rumah berderet, penuh pelbagai ragam bunga.
Tujuan para pelancong penyerap sari kesenangan. Terlewati keindahannya,
berganti cerita narpati.
Setelah
reda terik matahari, melintas tegal tinggi. Rumputnya tebal rata, hijau mengkilat, indah terpandang.
Luas terlihat laksana lautan kecil berombak jurang. Seraya berkeliling kereta
lari tergesa-gesa. Menuju Singasari, segera masuk ke pesanggrahan. Sang
pujangga singgah di rumah pendeta Buda, sarjana. Pengawas candi dan silsilah
raja, pantas dikunjungi.
Telah lanjut umurnya, jauh melintasi seribu bulan. Setia, sopan, darah luhur,
keluarga raja dan mashur. Meski sempurna dalam karya, jauh dari tingkah
tekebur.
Terpuji pekerjaannya, pantas ditiru keinsafannya. Tamu diterima dengan girang
dan ditegur : "Wahai orang bahagia, pujangga besar pengiring raja,
pelindung dan pengasih keluarga yang mengharap kasih. Jamuan apa yang layak
bagi paduka dan tersedia?"
Maksud kedatangannya: ingin tahu sejarah leluhur para raja yang dicandikan,
masih selalu dihadap.
Ceriterakanlah
mulai dengan Batara Kagenengan. Ceriterakan sejarahnya jadi putra Girinata.
Paduka Empuku menjawab : "Rakawi maksud paduka sungguh merayu hati.
Sungguh paduka pujangga lepas budi. Tak putus menambah ilmu, mahkota hidup.
Izinkan saya akan segera mulai.
Cita
disucikan dengan air sendang tujuh".Terpuji Siwa! Terpuji Girinata! Semoga
terhindar aral, waktu bertutur. Semoga rakawi bersifat pengampun. Di antara
kata mungkin terselib salah. Harap percaya kepada orang tua. Kurang atau lebih
janganlah dicela. Pada tahun 1104 Saka ada raja perwira yuda Putra Girinata,
konon kabarnya lahir di dunia tanpa ibu. Semua orang tunduk, sujud menyembah
kaki bagai tanda bakti. Sri Ranggah Rajasa nama beliau, penggempur musuh
pahlawan bijak. Daerah luas sebelah timur gunung Kawi terkenal subur makmur.
Di
situlah tempat putra Sang Girinata menunaikan darmanya. Menggirangkan budiman,
menyirnakan penjahat, meneguhkan negara, ibukota negara bernama Kotaraja,
penduduknya sangat terganggu. Tahun 1144 Saka, beliau melawan raja Kediri Sang
Adiperwira Kretajaya, putus sastra serta tatwopadesa. Kalah, ketakutan,
melarikan diri ke dalam biara terpencil.
Semua pengawal dan perwira tentara yang tinggal, mati terbunuh. Setelah kalah
Narpati Kediri, Jawa di dalam ketakutan. Semua raja datang menyembah membawa
tanda bakti hasil tanah.
Bersatu
Jenggala Kediri di bawah kuasa satu raja sakti. Cikal bakal para raja agung
yang akan memerintah pulau Jawa. Makin bertambah besar kuasa dan megah putra
sang Girinata.
Terjamin keselatamatan pulau Jawa selama menyembah kakinya. Tahun 1149 Saka
beliau kembali ke Siwapada. Dicandikan di Kagenengan bagai Siwa, di Usana bagai
Buda.
Batara Anusapati putra Sri Paduka, berganti dalam kekuasaan. Selama pemerintahannya. tanah Jawa kokoh sentosa, bersembah bakti. Tahun 1170 Saka beliau pulang ke Siwaloka.
Batara Anusapati putra Sri Paduka, berganti dalam kekuasaan. Selama pemerintahannya. tanah Jawa kokoh sentosa, bersembah bakti. Tahun 1170 Saka beliau pulang ke Siwaloka.
Cahaya beliau diujudkan arca Siwa gemilang di candi pasareyan Kidal. Batara
Wisnu Wardana, putra Sri Paduka, berganti dalam kekuasaan. Beserta Narasinga
bagai Madawa dengan Indra memerintah negara Beliau memusnahkan perusuh
Linggapati serta segenap pengikutnya.
Takut
semua musuh kepada beliau sungguh titisan Siwa di bumi. Tahun 1176 Saka, Batara
Wisnu menobatkan putranya. Segenap rakyat Kediri Jenggala berduyun-duyun ke
pura mangastubagia.
Prabu
Kerta Negara nama gelarannya, tetap demikian seterusnya. Daerah Kotaraja
bertambah makmur, berganti nama praja Singasari. Tahun 1192, Raja Wisnu
berpulang. Dicandikan di Waleri berlambang arca Siwa, di Jajago arca Buda.
Sementara itu Batara Nara Singa Murti pun pulang ke Surapada. Dicandikan di
Wengker, di Kumeper diarcakan bagai Siwa mahadewa.
Tersebut
Sri Paduka Kertanagara membinasakan perusuh, penjahat. Bernama Cayaraja, gugur
pada tahun Saka 1192. Tahun 1197 Saka, Sri Paduka menyuruh tundukkan Melayu.
Berharap Melayu takut kedewaan beliau tunduk begitu sahaja.
Tahun
1202 Saka, Sri Paduka Prabu memberantas penjahat Mahisa Rangga, karena jahat
tingkahnya dibenci seluruh negara. Tahun 1206 Saka, mengirim utusan
menghancurkan Bali.
Setelah kalah rajanya menghadap Sri Paduka sebagai orang tawanan. Demikianlah
dari empat jurusan orang lari berlindung di bawah Sri Paduka. Seluruh Pahang,
segenap Melayu tunduk menekur di hadapan beliau. Seluruh Gurun, segenap
Bakulapura lari mencari perlindungan.
Sunda Madura tak perlu dikatakan, sebab sudah terang setanah Jawa. Jauh dari
tingkah alpa dan congkak, Sri Paduka waspada, tawakal dan bijak. Faham akan
segala seluk beluk pemerintahan sejak zaman Kali. Karenanya tawakal dalam agama
dan tapa untuk teguhnya ajaran Buda. Menganut jejak para leluhur demi
keselamatan seluruh praja.
Menurut kabar sastra raja Pandawa memerintah sejak zaman Dwapara.
Tahun
1209 Saka, beliau pulang ke Budaloka. Sepeninggalnya datang zaman Kali, dunia
murka, timbul huru hara. Hanya batara raja yang faham dalam nam guna, dapat
menjaga jagad.
Itulah
sebabnya Sri Paduka teguh bakti menyembah kaki Sakyamuni. Teguh tawakal
memegang Pancasila, laku utama, upacara suci Gelaran Jina beliau yang sangat
mashur ialah Sri Jnanabadreswara.
Putus
dalam filsafat, ilmu bahasa dan lain pengetahuan agama. Berlumba-lumba beliau
menghirup sari segala ilmu kebatinan. Pertama-tama tantra Subuti diselami,
intinya masuk ke hati.
Negara Kertagama
- Bagian 4
Melakukan puja, yoga, samadi demi
keselamatan seluruh praja. Menghindarkan tenung, mengindahkan anugerah kepada
rakyat murba. Di antara para raja yang lampau tidak ada yang setara beliau.
Faham akan nam guna, sastra, tatwopadesa, pengetahuan agama Adil, teguh dalam
Jinabrata dan tawakal kepada laku utama. Itulah sebabnya beliau turun-temurun
menjadi raja pelindung.
Tahun 1214 Saka,
Sri Paduka pulang ke Jinalaya. Berkat pengetahuan beliau tentang upacara,
ajaran agama.
Beliau diberi
gelaran : Yang Mulia bersemayam di alam Siwa-Buda. Di pasareyan beliau bertegak
arca Siwa-Buda terlampau indah permai. Di Sagala ditegakkan pula arca Jina
sangat bagus dan berkesan.
Serta arca Ardanareswari bertunggal dengan arca Sri Bajradewi. Teman kerja dan
tapa demi keselamatan dan kesuburan negara Hyang Wairocana-Locana bagai
lambangnya pada arca tunggal, terkenal.
Tatkala Sri Paduka Kertanagara pulang ke Budabuana. Merata takut, duka, huru hara, laksana zaman Kali kembali. Raja bawahan bernama Jayakatwang, berwatak terlalu jahat berkhianat, karena ingin berkuasa di wilayah Kediri. Tahun 1144 Saka, itulah sirnanya raja Kertajaya atas perintah Siwaputra Jayasaba berganti jadi raja. Tahun Saka 1180, Sastrajaya raja Kediri. Tahun 1193, Jayakatwang raja terakhir. Semua raja berbakti kepada cucu putra Girinata. Segenap pulau tunduk kepada kuasa Prabu Kerta Negara. Tetapi raja Kediri Jayakatwang membuta dan mendurhaka. Ternyata damai tak baka akibat bahaya anak piara Kali.
Tatkala Sri Paduka Kertanagara pulang ke Budabuana. Merata takut, duka, huru hara, laksana zaman Kali kembali. Raja bawahan bernama Jayakatwang, berwatak terlalu jahat berkhianat, karena ingin berkuasa di wilayah Kediri. Tahun 1144 Saka, itulah sirnanya raja Kertajaya atas perintah Siwaputra Jayasaba berganti jadi raja. Tahun Saka 1180, Sastrajaya raja Kediri. Tahun 1193, Jayakatwang raja terakhir. Semua raja berbakti kepada cucu putra Girinata. Segenap pulau tunduk kepada kuasa Prabu Kerta Negara. Tetapi raja Kediri Jayakatwang membuta dan mendurhaka. Ternyata damai tak baka akibat bahaya anak piara Kali.
Berkat
keulungan sastra dan keuletannya jadi raja sebentar.
Lalu ditundukkan putra Sri Paduka, ketenterarnan kembali. Sang menantu Raden
Wijaya, itu gelarnya yang terkenal di dunia Bersekutu dengan bangsa Tartar,
menyerang melebur Jayakatwang.
Sepeninggal Jayakatwang jagad gilang cemerlang kembali. Tahun 1216 Saka, Raden Wijaya menjadi raja.
Sepeninggal Jayakatwang jagad gilang cemerlang kembali. Tahun 1216 Saka, Raden Wijaya menjadi raja.
Disembah di
Majapahit, kesayangan rakyat, pelebur musuh. Bergelar Sri Baginda Kerta Rajasa
Jaya Wardana.
Selama Kerta
Rajasa Jaya Wardana duduk di takhta, seluruh tanah Jawa bersatu padu, tunduk
menengadah.
Girang memandang
pasangan Sri Paduka empat jumlahnya. Putri Kertanagara cantik-cantik bagai
bidadari. Sang Parameswari Tri Buwana yang sulung, luput dari cela. Lalu
parameswari Mahadewi, rupawan tidak bertara Prajnya Paramita Jayendra Dewi, cantik
manis menawan hati.
Gayatri, yang
bungsu, paling terkasih digelari Rajapatni. Pernikahan beliau dalam
kekeluargaan tingkat tiga. Karena Batara Wisnu dengan Batara Nara Singa Murti.
Akrab tingkat pertama, Narasinga menurunkan Dyah Lembu Tal Sang perwira yuda,
dicandikan di ireng dengan arca Buda. Dyah Lembu Tal itulah bapa Sri Baginda.
Dalam hidup atut runtut sepakat sehati. Setitah raja diturut, menggirangkan
pandang.
Tingkah laku
mereka semua meresapkan. Tersebut tahun Saka 1217, Sri Paduka menobatkan
putranya di Kediri. Perwira, bijak, pandai, putra Indreswari. Bergelar Sri
Paduka putra Jayanagara.
Tahun Saka 1231, Sang Prabu mangkat, ditanam di dalam pura Antahpura, begitu
nama pasareyan beliau.
Dan di pasareyan
Simping ditegakkan arca Siwa.Beliau meninggalkan Jayanagara sebagai raja
Wilwatikta.
Dan dua orang
putri keturunan Rajapatni, terlalu cantik. Bagai dewi Ratih kembar, mengalahkan
rupa semua bidadari. Yang sulung jadi rani di Jiwana, yang bungsu jadi rani
Daha.Tersebut pada tahun Saka 1238, bulan Madu Sri Paduka Jayanagara berangkat
ke Lumajang menyirnakan musuh. Kotanya Pajarakan dirusak,
Nambi sekeluarga
dibinasakan.Giris miris segenap jagad melihat keperwiraan Sri Paduka.
Tahun Saka 1250,
beliau berpulang. Segera dimakamkan di dalam pura berlambang arca Wisnuparama.
Di Sila Petak
dan Bubat ditegakkan arca Wisnu terlalu indah. Di Sukalila terpahat arca Buda
sebagai jelmaan Amogasidi.
Tahun Saka 1256,
Rani Jiwana Wijaya Tungga Dewi bergilir mendaki takhta Wilwatikta. Didampingi
raja putra Singasari atas perintah ibunda Rajapatni.Sumber bahagia dan pangkal
kuasa.
Beliau jadi pengemban dan pengawas raja muda, Sri Paduka Wilwatikta. Tahun Saka
1253 sirna musuh di Sadeng, Keta diserang. Selama bertakhta, semua terserah
kepada Mahamantri agung bijak, Mada namanya. Tahun Saka 1265, raja Bali yang
alpa dan rendah budi diperangi, gugur bersama balanya. Menjauh segala yang
jahat, tenteram".
Begitu ujar Dang
Acarya Ratnamsah. Sungguh dan mengharukan ujar Sang Kaki.
Jelas keunggulan Sri Paduka di dunia. Dewa asalnya, titisan Girinata. Barang
siapa mendengar kisah raja.
Tak puas
hatinya, bertambah baktinya. Pasti takut melakukan tindak jahat.
Menjauhkan diri dari tindak durhaka.Paduka Empu minta maaf berkata :
"Hingga sekian kataku, sang rakawi.
Semoga bertambah
pengetahuanmu. Bagai buahnya, gubahlah puja sastra".
Habis jamuan rakawi dengan sopan. Minta diri kembali ke Singasari. Hari surut sampai pesanggrahan lagi. Paginya berangkat menghadap Sri Paduka. Tersebut Sri Paduka Prabu berangkat berburu. Lengkap dengan senjata, kuda dan kereta. Dengan bala ke hutan Alaspati, rimba belantara rungkut rimbun penuh gelagah rumput rampak. Bala bulat beredar membuat lingkaran. Segera siap kereta berderet rapat. Hutan terkepung, terperanjat kera menjerit burung ribut beterbangan berebut dulu.
Habis jamuan rakawi dengan sopan. Minta diri kembali ke Singasari. Hari surut sampai pesanggrahan lagi. Paginya berangkat menghadap Sri Paduka. Tersebut Sri Paduka Prabu berangkat berburu. Lengkap dengan senjata, kuda dan kereta. Dengan bala ke hutan Alaspati, rimba belantara rungkut rimbun penuh gelagah rumput rampak. Bala bulat beredar membuat lingkaran. Segera siap kereta berderet rapat. Hutan terkepung, terperanjat kera menjerit burung ribut beterbangan berebut dulu.
Bergabung sorak
orang berseru den membakar. Gemuruh bagaikan deru lautan mendebur. Api tinggi
menyala menjilat udara. Seperti waktu hutan Alaspati terbakar. Lihat rusa-rusa
lari lupa daratan.
Bingung berebut dahulu dalam rombongan. Takut miris menyebar, ingin lekas lari.
Malah manengah berkumpul tumpuk timbun. Banyaknya bagai banteng di dalam
Gobajra Penuh sesak, bagai lembu di Wresabapura Celeng, banteng, rusa, kerbau,
kelinci. Biawak, kucing, kera, badak dan lainnya. Tertangkap segala binatang
dalam hutan. Tak ada yang menentang, semua bersatu. Srigala gagah, yang
bersikap tegak-teguh. Berunding dengan singa sebagai ketua.
Izinkanlah saya
bertanya kepada raja satwa. Sekarang raja merayah hutan, apa yang diperbuat?
Menanti mati sambil berdiri ataukah kita lari. Atau tak gentar serentak
melawan, jikalau diserang?
Seolah-olah demikian kata srigala dalam rapat. Kijang menjawab : "Hemat
patik tidak ada jalan lain kecuali lari. Lari mencari keselamatan diri sedapat
mungkin". Kaswari, rusa dan kelinci setuju.
Banteng berkata : "Amboi! Celaka kijang, sungguh binatang hina lemah.
Bukanlah sifat
perwira lari, atau menanti mati. Melawan dengan harapan menang, itulah
kewajiban." Kerbau, lembu serta harimau setuju dengan pendapat ini. Jawab
singa : "Usulmu berdua memang pantas diturut, Bung. Tapi harap dibedakan,
yang dihadapi baik atau buruk. Jika
penjahat, terang kita lari atau kita lawan. Karena sia-sia belaka, jika mati
terbunuh olehnya. Jika kita menghadapi tripaksa, resi Siwa-Buda. Seyogyanya
kita ikuti saja jejak sang pendeta. Jika menghadapi raja berburu, tunggu mati
saja. Tak usah engkau merasa enggan menyerahkan hidupmu.
Karena raja berkuasa mengakhiri hidup makhluk. Sebagai titisan Batara Siwa
berupa narpati.
Hilang segala dosanya makhluk yang dibunuh beliau. Lebih utama dari pada terjun
ke dalam telaga.
Siapa di antara sesama akan jadi musuhku? Kepada tripaksa aku takut, lebih
utama menjauh.
Niatku, jika berjumpa raja, akan menyerahkan hidup. Mati olehnya, tak akan lahir
lagi bagai binatang.
Bagaikan
katanya: "Marilah berkumpul!" Kemudian serentak maju berdesak.
Prajurit darat yang terlanjur langkahnya. Tertahan tanduk satwa, lari kembali.
Tersebutlah prajurit berkuda.
Bertemu celeng sedang berdesuk kumpul. Kasihan! Beberapa mati terbunuh. Dengan
anaknya dirayah tak berdaya. Lihatlah celeng jalang maju menerjang. Berempat,
berlima, gemuk, tinggi, marah. Buas membekos-bekos, matanya merah. Liar
dahsyat, saingnya seruncing golok. Tersebut pemburu kijang rusa riuh seru-menyeru.
Ada satu yang
tertusuk tanduk, lelah lambat jalannya. Karena luka kakinya, darah deras
meluap-luap. Lainnya mati terinjak-injak, menggelimpang kesakitan. Bala kembali
berburu, berlengkap tombak serta lembing. Berserak kijang rusa di samping
bangkai bertumpuk timbun. Banteng serta binatang galak lainnya bergerak
menyerang. Terperanjat bala raja bercicir lari tunggang langgang. Ada yang lari
berlindung di jurang, semak, kayu rimbun. Ada yang memanjat pohon, ramai mereka
berebut puncak.
Kasihanlah yang memanjat
pohon tergelincir ke bawah Betisnya segera diseruduk dengan tanduk, pingsanlah!
Segera
kawan-kawan datang menolong dengan kereta. Menombak, melembing, menikam,
melanting, menjejak-jejak. Karenanya badak mundur, meluncur berdebak gemuruh.
Lari terburu, terkejar, yang terbunuh bertumpuk timbun. Ada pendeta Siwa-Buda
yang turut menombak, mengejar. Disengau harimau, lari diburu binatang
mengancam. Lupa akan segala darma, lupa akan tata sila. Turut melakukan
kejahatan, melupakan darmanya.
Tersebut Sri Paduka
telah mengendarai kereta kencana. Tinggi lagi indah ditarik lembu yang tidak
takut bahaya, menuju hutan belantara, mengejar buruan ketakutan. Yang
menjauhkan diri lari bercerai-berai meninggalkan bangkai. Celeng. kaswari, rusa
dan kelinci tinggal dalam ketakutan.
Sri Paduka berkuda mengejar yang riuh lari bercerai-berai. Mahamantri Agung,
tanda dan pujangga di punggung kuda turut memburu binatang jatuh terbunuh
tertombak, terpotong. tertusuk, tertikam.
Tanahnya luas
lagi rata, hutannya rungkut di bawah terang. Itulah sebabnya kijang dengan
mudah dapat diburu kuda.Puaslah hati Sri Paduka sambil bersantap dihadap
pendeta. Bercerita tentang caranya berburu, menimbulkan gelak tawa. Terlangkahi
betapa narpati sambil berburu menyerap sari keindahan gunung dan hutan,
kadang-kadang kepayahan kembali ke rumah perkemahan.
Membawa wanita seperti cengkeraman, di hutan bagai menggempur, negara tahu kejahatan satwa, beliau tak berdosa terhadap darma ahimsa. Tersebut beliau bersiap akan pulang, rindu kepada keindahan pura.Tatkala subakala berangkat menuju Banyu Hanget, Banir dan Talijungan.
Membawa wanita seperti cengkeraman, di hutan bagai menggempur, negara tahu kejahatan satwa, beliau tak berdosa terhadap darma ahimsa. Tersebut beliau bersiap akan pulang, rindu kepada keindahan pura.Tatkala subakala berangkat menuju Banyu Hanget, Banir dan Talijungan.
Bermalam di Wedwawedan, siangnya menuju Kuwarahan, Celong dan Dadamar
Garuntang, Pagar Telaga, Pahanjangan, sampai di situ perjalanan beliau.
Siangnya perjalanan melalui Tambak, Rabut, Wayuha terus ke Balanak menuju
Pandakan, Banaragi, sampai Pandamayan beliau lalu bermalam Kembal! ke selatan,
ke barat, menuju Jejawar di kaki gunung berapi. Disambut penoton bersorak
gembira, menyekar sebentar di candi makam. Adanya candi pasareyan tersebut
sudah sejak zaman dahulu.
Didirikan oleh
Sri Kertanagara, moyang Sri Paduka Prabu. Di situ hanya jenazah beliau sahaja
yang dimakamkan.
Karena beliau
dulu memeluk dua agama Siwa-Buda. Bentuk candi berkaki Siwa berpuncak Buda,
sangat tinggi. Di dalamnya terdapat arca Siwa, indah tak dapat dinilai. Dan
arca Maha Aksobya bermahkota tinggi tidak bertara. Namun telah hilang, memang
sudah layak, tempatnya: di Nirwana.
Konon kabarnya tepat ketika arca Hyang Aksobya hilang, ada pada Sri Paduka guru besar, mashur.
Konon kabarnya tepat ketika arca Hyang Aksobya hilang, ada pada Sri Paduka guru besar, mashur.
Pada Paduka putus tapa, sopan suci penganut pendeta Sakyamuni Telah terbukti
bagai mahapendeta terpundi sasantri. Senang berziarah ke tempat suci, bermalam
dalam candi.
Hormat mendekati Hyang arca suci, khidmat berbakti sembah.Menimbul-kan iri di
dalam hati pengawas candi suci. Ditanya mengapa berbakti kepada arca dewa Siwa.
Pada Paduka menjelaskan sejarah candi pasareyan suci. Tentang adanya arca
Aksobya indah, dahulu di atas. Sepulangnya kembali lagi ke candi menyampaikan
bakti. Kecewa! tercengang memandang arca Maha Aksobya hilang. Tahun Saka 1253
itu hilangnya arca. Waktu hilangnya halilintar menyambar candi ke dalam.
Benarlah kabuan
pendeta besar bebas dari prasangka. Bagaimana membangun kembali candi tua
terbengkalai?.
Tiada ternilai indahnya, sungguh seperti surga turun. Gapura luar, mekala serta bangunannya serba permai.
Hiasan di dalamnya naga puspa yang sedang berbunga. Di sisinya lukisan putri istana berseri-seri.
Sementara Sri Paduka girang cengkerma menyerap pemandangan. Pakis berserak
sebar di tengah tebat bagai bulu dada. Ke timur arahnya di bawah terik matahari
Sri Paduka.
Meninggalkan candi Pekalongan girang ikut jurang curam. Tersebut dari Jajawa
Sri Paduka berangkat ke desa padameyan. Berhenti di Cunggrang, mencahari pemandangan,
masuk hutan rindang.
Ke arah asrama para pertapa di lereng kaki gunung menghadap jurang. Luang
jurang ternganga-nganga ingin menelan orang yang memandang.
Habis menyerap
pemandangan, masih pagi kereta telah siap. Ke barat arahnya menuju gunung melalui
jalannya dahulu. Tiba di penginapan Japan, barisan tentara datang menjemput
yang tinggal di pura iri kepada yang gembira pergi menghadap. Pukul tiga itulah
waktu Sri Paduka bersantap bersama-sama.
Paling muka
duduk Sri Paduka lalu dua paman berturut tingkat raja Matahun dan Paguhan
bersama permaisuri agak jauhan. Di sisi Sri Paduka, terlangkahi berapa lamanya
bersantap.
Paginya pasukan kereta Sri Paduka berangkat lagi. Sang pujangga menyidat jalan
ke Rabut, Tugu, Pengiring.
Singgah di
Pahyangan, menemui kelompok sanak kadang. Dijamu sekadarnya, karena
kunjungannya mendadak.
Banasara dan
Sangkan Adoh tesah lama dilalui. Pukul dua Sri Paduka telah sampai di
perbatasan kota Sepanajng jalan berdesuk-desuk, gajah, kuda, pedati. Kerbau,
banteng dan prajurit darat sibuk berebut jalan. Teratur rapi mereka berarak di
dalam deretan. Narpati Pajang, permaisuri dan pengiring paling muka. Di
belakangnya tidak jauh, berikut Narpati Lasom.
Negara
Kertagama - Bagian 5
Terlampau indah keretanya, menyilaukan yang memandang. Rani
Daha, rani Wengker semuanya urut belakang. Disusul rani Jiwana bersama laki dan
pengiring.
Bagai penutup kereta Sri Paduka serombongan besar. Diiring beberapa ribu
perwira dan para mentri.
Tersebut orang yang rapat rampak menambak tepi jalan Berjejal ribut menanti kereta Sri Paduka berlintas. Tergopoh-gopoh wanita ke pintu berebut tempat.
Malahan ada yang lari telanjang lepas sabuk kainnya. Yang jauh tempatnya,
memanjat kekayu berebut tinggi. Duduk berdesak-desak di dahan, tak pandang tua
muda.
Bahkan ada juga yang memanjat batang kelapa kuning. Lupa malu dilihat orang,
karena tepekur memandang. Gemuruh dengung gong menampung Sri Paduka Prabu
datang.
Terdiam duduk merunduk segenap orang di jalanan. Setelah raja lalu berarak
pengiring di belakang.
Gajah. kuda, keledai, kerbau berduyun beruntun-runtun. Yang berjalan rampak berarak-arak.
Barisan pikulan bejalan belakang. Lada, kesumba, kapas, buah kelapa. Buah
pinang, asam dan wijen terpikul. Di belakangnya pemikul barang berat. Sengkeyegan
lambat berbimbingan tangan.
Kanan
menuntun kirik dan kiri genjik. Dengan ayam itik di keranjang merunduk.
Jenis barang terkumpul dalam pikulan. Buah kecubung, rebung, seludang,
cempaluk.
Nyiru, kerucut, tempayan, dulang, periuk. Gelaknya seperti hujan panah jatuh.
Tersebut Sri Paduka telah masuk pura. Semua bubar ke rumah masing-masing.
Ramai bercerita tentang hal yang lalu Membuat girang semua sanak kadang.
Waktu lalu Sri Paduka tak lama di istana.
Tahun
Saka 1282, Badra pada. Beliau berangkat menuju Tirib dan Sempur.
Nampak sangat banyak binatang di dalam hutan. Tahun Saka 1283 Waisaka, Sri
Paduka Prabu berangkat menyekar ke Palah. Dan mengunjungi Jimbe untuk menghibur
hati.
Di Lawang Wentar, Blitar menenteramkan cita. Dari Blitar ke selatan jalannya
mendaki.
Pohonnya jarang, layu lesu kekurangan air. Sampai Lodaya bermalam beberapa
hari.
Tertarik keindahan lautan, menyisir pantai. Meninggalkan Lodaya menuju desa
Simping.
Ingin memperbaiki candi pasareyan leluhur. Menaranya rusak, dilihat miring ke
barat.
Perlu ditegakkan kembali agak ke timur. Perbaikan disesuaikan dengan bunyi
prasati, yang dibaca lagi. Diukur panjang lebarnya, di sebelah timur sudah ada
tugu. Asrama Gurung-gurung diambil sebagai denah candi makam. Untuk gantinya
diberikan Ginting, Wisnurare di Bajradara.
Waktu
pulang mengambil jalan Jukung, Inyanabadran terus ke timur.Berhenti di
Bajralaksmi dan bermalam di candi Surabawana. Paginya berangkat lagi berhenti
di Bekel, sore sampai pura Semua pengiring bersowang-sowang pulang ke rumah
masing-masing. Tersebut paginya Sri naranata dihadap para mentri semua. Di muka
para arya, lalu pepatih, duduk teratur di manguntur.
Patih
amangkubumi Gajah Mada tampil ke muka sambil berkata : "Sri Paduka akan
melakukan kewajiban yang tak boleh diabaikan. Atas Perintah sang rani Sri Tri
Buwana Wijaya Tungga Dewi supaya pesta serada
Sri Padukapatni dilangsungkan Sri
Paduka.
Di istana pada tahun Saka 1284 bulan Badrapada. Semua pembesar dan wreda
Mahamantri Agung diharap memberi sumbangan." Begitu kata sang patih dengan
ramah, membuat gembira.
Sri
Paduka Sorenya datang para pendeta, para budiman, sarjana dan mentri. Yang
dapat pinjaman tanah dengan Ranadiraja sebagai kepala Bersama-sama membicarakan
biaya di hadapan Sri Paduka. Tersebut sebelum bulan Badrapada menjelang
surutnya Srawana.
Semua pelukis berlipat giat menghias "tempat singa" di setinggil Ada
yang mengetam baki makanan, bokor-bokoran, membuat arca. Pandai emas dan perak
turut sibuk bekerja membuat persiapan.
Ketika
saatnya tiba tempat telah teratur sangat rapi. Balai witana terhias indah di
hadapan rumah-rumahan.
Satu di antaranya berkaki batu karang bertiang merah. Indah dipandang semua menghadap ke arah takhta Sri Paduka. Barat, mandapa dihias janur rumbai, tempat duduk para raja.
Satu di antaranya berkaki batu karang bertiang merah. Indah dipandang semua menghadap ke arah takhta Sri Paduka. Barat, mandapa dihias janur rumbai, tempat duduk para raja.
Utara, serambi dihias berlapis ke timur, tempat duduk. Para isteri, pembesar,
Mahamantri Agung, pujangga. Serta pendeta Selatan, beberapa serambi berhias
bergas untuk abdi.
Demikian persiapan Sri Paduka memuja Buda Sakti. Semua pendeta Buda berdiri
dalam lingkaran bagai saksi. Melakukan upacara, dipimpin oleh pendeta Stapaka.
Tenang, sopan budiman faham tentang sastra tiga tantra. Umurnya melintasi
seribu bulan, masih belajar tutur. Tubuhnya sudah rapuh, selama upacara harus
dibantu.
Empu dari Paruh selaku pembantu berjalan di lingkaran.Mudra, mantra dan japa
dilakukan tepat menurut aturan. Tanggal dua belas nyawa dipanggil dari surga
dengan doa.
Disuruh kembali atas doa dan upacara yang sempurna.Malamnya memuja arca bunga
bagai penampung jiwa mulia. Dipimpin Dang Acarya, mengheningkan cipta,
mengucapkan puja.
Pagi purnamakala arca bunga dikeluarkan untuk upacara. Gemuruh disambut dengan
dengung salung, tambur, terompet serta genderang. Didudukkan di atas singasana,
besarnya setinggi orang berdiri berderet beruntun-runtun semua pendeta tua muda
memuja.
Berikut para raja, parameswari dan putra mendekati arca.
Lalu
para patih dipimpin Gajah Mada maju ke muka berdatang sembah. Para bupati pesisir dan pembesar
daerah dari empat penjuru. Habis berbakti sembah, kembali mereka semua duduk
rapi teratur.Sri Nata Paguhan paling dahulu menghaturkan sajian makanan sedap
Bersusun timbun seperti pohon, dan sirih bertutup kain sutera Persembahan raja
Matahun arca banteng putih seperti lembu. Nandini. Terus menerus memuntahkan
harta dan makanan dari nganga mulutnya. raja Wengker mempersembahkan sajian
berupa rumah dengan taman bertingkat Disertai penyebaran harta di lantal balai
besar berhambur-hamburan.
Elok
persembahan raja Tumapel berupa wanita cantik manis Dipertunjukkan selama
upacara untuk mengharu-rindukan hati.Paling haibat persembahan Sri Paduka
berupa gunung besar.
Mandara Digerakkan oleh sejumlah dewa dan danawa dahsyat menggusarkan pandang
Ikan lambora besar beriembak-lembak mengebaki kolam bujur lebar Bagaikan sedang
mabuk diayun gelombang, di tengah-tengah lautan besar. Tiap hari persajian
makanan yang dipersembahkan dibagi-bagi. Agar para wanita, Mahamantri Agung,
pendeta dapat makanan sekenyangnya Tidak terlangkahi para kesatria, arya dan
para abdi di pura.Tak putusnya makanan sedap nyaman diedarkan kepada bala
tentara. Pada hari keenam pagi Sri Paduka bersiap mempersembahkan persajian.
Pun para kesatria dan pembesar mempersembahkan rumah- rumahan yang terpikul.
Dua
orang pembesar mempersembahkan perahu yang melukiskan kutipan kidung. Seperahu
sungguh besarnya, diiringi gong dan bubar mengguntur menggembirakan. Esoknya
patih mangkubumi Gajah Mada sore-sore menghadap sambi menghaturkan. Sajian
wanita sedih merintih di bawah nagasari dibelit rajasa. Mahamantri Agung, arya,
bupati, pembesar desa pun turut menghaturkan persajian. Berbagai ragamnya,
berduyun-duyun ada yang berupa perahu, gunung, rumah, ikan. Sungguh-sungguh
mengagumkan persembahan Sri Paduka Prabu pada hari yang ketujuh. Beliau menabur
harta, membagi-bagi bahan pakaian dan hidangan, makanan. Luas merata kepada
empat kasta, dan terutama kepada para pendeta.
Hidangan jamuan kepada pembesar, abdi dan niaga mengalir bagai air.Gemeruduk
dan gemuruh para penonton dari segenap arah, berdesak-sesak.Ribut berebut
tempat melihat peristiwa di balai agung serta para luhur.Sri Nata menari di
balai witana khusus untuk para putri dan para istri. Yang duduk rapat rapi
berimpit ada yang ngelamun karena tercengang memandang.
Segala
macam kesenangan yang menggembirakan hati rakyat diselenggarakan. Nyanyian,
wayang, topeng silih berganti setiap hari dengan paduan suara. Tari perang prajurit yang dahsyat
berpukul-pukulan, menimbulkan gelak-mengakak. Terutama derma kepada orang yang
menderita membangkitkan gembira rakyat. Pesta serada yang diselenggarakan serba
meriah dan khidmat. Pasti membuat gembira jiwa Sri Padukapatni yang sudah
mangkat.
Semoga beliau melimpahkan barkat kepada Sri Paduka Prabu Sehingga jaya terhadap
musuh selama ada bulan dan surya. Paginya pendeta Buda datang menghormati,
memuja dengan sloka. Arwah Prajnyaparamita yang sudah berpulang ke Budaloka.
Segera arca bunga diturunkan kembali dengan upacara. Segala macam makanan
dibagikan kepada segenap abdi.
Lodang lega rasa Sri Paduka melihat perayaan langsung lancar. Karya yang masih
menunggu, menyempurnakan candi di Kamal Pandak.Tanahnya telah disucikan tahun
1274.
Dengan persajian dan puja kepada Brahma oleh Jnyanawidi.
Demikian
sejarah Kamal menurut tutur yang dipercaya. Dan Sri Nata Panjalu di Daha, waktu
bumi Jawa dibelah. Karena cinta Sinuwun Prabu Airlangga kepada dua putranya.
Ada pendeta Budamajana putus dalam tantra dan yoga.Diam di tengah kuburan lemah
Citra, jadi pelindung rakyat. Waktu ke Bali berjalan kaki, tenang menapak di
air lautan.
Hyang Empu Barada nama beliau, faham tentang tiga zaman. Girang beliau
menyambut permintaan Airlangga membelah negara. Tapal batas negara ditandai air
kendi mancur dari langit.
Dari
barat ke timur sampai laut, sebelah utara, selatan. Yang tidak jauh, bagaikan
dipisahkan oleh samudera besar.Turun dari angkasa sang pendeta berhenti di
pohon asam.
Selesai tugas kendi suci ditaruhkan di dusun Palungan.Marah terhambat pohon
asam tinggi yang puncaknya mengait jubah.
Mpu
Barada terbang lagi, mengutuk asam agar jadi kerdil. Itulah tugu batas gaib,
yang tidak akan mereka lalui. Itu pula sebabnya dibangun candi, memadu Jawa
lagi.Semoga Sri Paduka serta rakyat tetap tegak, teguh, waspada. Berjaya dalam
memimpin negara, yang sudah bersatu padu. Prajnya Paramita Puri itulah nama
candi pasareyan yang dibangun.
Arca Sri Padukapatni diberkahi oleh Sang pendeta Jnyanawidi. Telah lanjut usia,
faham akan tantra, menghimpun ilmu agama, laksana titisan Empu Barada, menggembirakan
hati Sri Paduka.
Di
Bayalangu akan dibangun pula candi pasareyan Sri Padukapatni. Pendeta
Jnyanawidi lagi yang ditugaskan memberkahi tanahnya. Rencananya telah disetujui
oleh sang Mahamantri Agung demung. Boja Wisesapura namanya, jika candi sudah
sempurna dibangun.
Candi pasareyan Sri Padukapatni tersohor sebagai tempat keramat. Tiap bulan
Badrapada disekar oleh para Mahamantri Agung dan pendeta. Di tiap daerah rakyat
serentak membuat peringatan dan memuja. Itulah suarganya, berkat berputra,
bercucu narendra utama.
Tersebut
pada tahun Saka 1285, Sri Paduka menuju Simping demi pemindahan candi makam.
Siap lengkap segala persajian tepat menurut adat. Pengawasnya Rajaparakrama
memimpin upacara.
Faham
tentang tatwopadesa dan kepercayaan Siwa. Memangku jabatannya semenjak mangkat
Kerta
Rajasa. Ketika menegakkan menara dan mekala gapura.
Bangsawan agung Arya Krung, yang diserahi menjaganya. Sekembalinya dari Simping
segera masuk ke pura. Terpaku mendengar Adi Mahamantri Agung Gajah Mada gering.
Pernah mencurahkan tenaga untuk keluhuran Jawa. Di pulau Bali serta kota Sadeng
memusnahkan musuh. Tahun Saka 1253 beliau mulai memikul tanggung jawab.
Tahun 1286 Saka beliau mangkat, Sri Paduka gundah, terharu bahkan putus asa.
Sang
dibyacita Gajah Mada cinta kepada sesama tanpa pandang bulu. Insaf bahwa hidup
ini tidak baka karenanya beramal tiap hari. Sri Paduka segera bermusyawarah
dengan kedua rama serta bunda. Kedua adik dan kedua ipar tentang calon
pengganti Ki Patih Mada.
Yang layak akan diangkat hanya calon yang sungguh mengenal tabiat rakyat.
Lama timbang-menimbang, tetapi seribu sayang tidak ada yang memuaskan.
Sri Paduka berpegang teguh, AdiMahamantri Agung Gajah Mada tak akan diganti.
Bila karenanya timbul keberatan beliau sendiri bertanggung jawab. Mernilih enam
Mahamantri Agung yang menyampaikan urusan negara ke istana. Mengetahui segala
perkara, sanggup tunduk kepada pimpinan. Sri Paduka. Itulah putusan rapat
tertutup. Hasil yang diperoleh perundingan. Terpilih sebagai wredaMahamantri
Agung. Karib Sri Paduka bernama Empu Tandi. Penganut karib Sri Baginda. Pahlawan
perang bernama Empu Nala. Mengetahui budi pekerti rakyat.
Mancanegara
bergelar tumenggung. Keturunan orang cerdik dan setia.
Selalu memangku pangkat pahlawan. Pernah menundukkan negara Dompo.
Serba ulet menanggulangi musuh. Jumlahnya bertambah dua Mahamantri Agung.
Bagai pembantu utama Sri Paduka. Bertugas mengurus soal perdata. Dibantu oleh
para upapati.
Empu
Dami menjadi Mahamantri Agung muda. Selalu ditaati di istana. Empu Singa
diangkat sebagai saksi.Dalam segala perintah Sri Paduka. Demikian titah Sri
Baginda.
Puas, taat teguh segenap rakyat. Tumbuh tambah hari setya baktinya. Karena Sri
Paduka yang memerintah
Sri
Paduka makin keras berusaha untuk dapat bertindak lebih. Dalam pengadilan tidak
serampangan, tapi tepat mengikut undang-undang. Adil segala keputusan yang
diambil, semua pihak merasa puas. Mashur nama beliau, mampu menembus jaman,
sungguhlah titiaan batara.
Candi
pasareyan serta bangunan para leluhur sejak zaman dahulu kala. Yang belum siap
diselesaikan, dijaga dan dibina dengan saksama.
Negara Kerta
Gama - Bagian 6
Yang belum punya prasasti, disuruh
buatkan Serat Kekancingan pada ahli sastra. Agar kelak jangan sampai timbul
perselisihan, jikalau sudah temurun. Jumlah candi pasareyan raja seperti
berikut, mulai dengan Kagenengan.Disebut pertama karena tertua : Tumapel,
Kidal, Jajagu, Wedwawedan.
Di Tuban, Pikatan, Bakul, Jawa-jawa, Antang Trawulan, Katang Brat dan Jago. Lalu
Balitar, Sila Petak, Ahrit, Waleri, Bebeg, Kukap, Lumbang dan Puger. pasareyan
rani : Kamal Pandak, Segala, Simping. Sri Ranggapura serta candi Budi Kuncir.
Bangunan baru Prajnya Paramita Puri. Di Bayatangu yang baru saja dibangun.
Itulah dua puluh tujuh candi raja. Pada Saka tujuh guru candra (1287) bulan
Badra.
Dijaga petugas atas perintah raja. Diawasi oleh pendeta ahli sastra. Pembesar yang bertugas mengawasi seluruhnya sang Wiradikara.
Dijaga petugas atas perintah raja. Diawasi oleh pendeta ahli sastra. Pembesar yang bertugas mengawasi seluruhnya sang Wiradikara.
Orang utama,
yang saksama dan tawakal membina semua candi. Setia kepada Sri Paduka, hanya
memikirkan kepentingan bersama Segan mengambil keuntungan berapa pun
penghasilan candi makam. Desa-desa perdikan ditempatkan di bawah perlindungan Sri Paduka. Darmadyaksa
kasewan bertugas membina tempat ziarah dan pemujaan. Darmadyaksa kasogatan
disuruh menjaga biara kebudaan.
Mahamantri Agung
her-haji bertugas memelihara semua pertapan. Desa perdikan Siwa yang bebas dari
pajak : biara relung Kunci, Kapulungan Roma, Wwatan, Iswaragreha, Palabdi,
Tanjung, utalamba, begitu pula Taruna Parhyangan, Kuti Jati, Candi lima,
Nilakusuma, Harimandana, Utamasuka Prasada-haji, Sadang, Panggumpulan,
Katisanggraha, begitu pula Jayasika. Tak ketinggalan: Spatika, Yang Jayamanalu,
Haribawana, Candi Pangkal, Pigit Nyudonta, Katuda, Srangan, Kapukuran,
Dayamuka, Kalinandana, Kanigara Rambut, Wuluhan, Kinawung, Sukawijaya, dan lagi
Kajaha, demikian pula Campen, Ratimanatasrama, Kula, Kaling, ditambah sebuah
lagi Batu Putih.
Desa perdikan
kasogatan yang bebas dari pajak : Wipulahara, Kutahaji Janatraya, Rajadanya,
Kuwanata, Surayasa, Jarak, Lagundi serta Wadari Wewe Pacekan, Pasaruan, Lemah
Surat, Pamanikan, Srangan serta Pangiketan Panghawan, Damalang, Tepasjita,
Wanasrama, Jenar, Samudrawela dan Pamulang. Baryang, Amretawardani, Wetiwetih.
Kawinayan, Patemon serta Kanuruhan Engtal, Wengker. Banyu Jiken, Batabata.
Pagagan, Sibok dan Engtal. Wengker, Banyu Jiken, Batabata. Pagagan, Sibok dan
Padurungan. Pindatuha, Telang, Suraba, itulah yang terpenting, sebuah lagi. Sukalila
Tak disebut perdikan tambahan seperti Pogara. Kulur, Tangkil dan sebagainya.
Selanjutnya disebut berturut desa kebudaan Bajradara : Isanabajra, Naditata,
Mukuh, Sambang, Tanjung.
Amretasaba
Bangbang, Bodimula, Waharu Tampak, serta Puruhan dan Tadara Tidak juga
terlangkahi Kumuda. Ratna serta Nadinagara. Wungaiaya, Palandi, Tangkil. Asahing,
Samici serta Acitahen Nairanjana, Wijayawaktra, Mageneng. Pojahan dan
Balamasin. Krat, Lemah Tulis, Ratnapangkaya, Panumbangan. serta Kahuripan
Ketaki, Telaga Jambala, Jungul ditambah lagi Wisnuwala. Badur, Wirun, Wungkilur.
Mananggung, Watukura serta Bajrasana Pajambayan. Salanten, Simapura, Tambak
Laleyan, Pilanggu Pohaji, Wangkali, Biru. Lembah, Dalinan, Pangadwan yang
terakhir. Itulah desa kebudaan Bajradara yang sudah berprasasti. Desa keresian
seperti berikut : Sampud, Rupit dan Pilan Pucangan, Jagadita, Pawitra, masih
sebuah lagi Butun. Di situ terbentang taman didirikan lingga dan saluran air. Yang
Mulia Mahaguru demiklan sebutan beliau.Yang diserahi tugas menjaga sejak dulu
menurut Serat Kekancingan. Selanjutnya desa perdikan tanpa candi, di antaranya
yang penting : Bangawan, Tunggal, Sidayatra, Jaya Sidahajeng, Lwah Kali dan
Twas. Wasista, Palah, Padar, Siringan, itulah desa perdikan Siwa.
Wangjang,
Bajrapura. Wanara, Makiduk, Hanten, Guha dan Jiwa Jumpud. Soba, Pamuntaran, dan
Baru, perdikan Buda utama. Kajar, Dana Hanyar, Turas, Jalagiri, Centing, Wekas
Wandira, Wandayan. Gatawang : Kulampayan dan Talu, pertapan resi. Desa perdikan
Wisnu berserak di Batwan serta Kamangsian Batu Tanggulian. Dakulut, Galuh, Makalaran,
itu yang penting Sedang, Medang. Hulun Hyan, Parung, langge, Pasajan, Kelut.
Andelmat Paradah, Geneng, Panggawan, sudah sejak lama bebas pajak. Terlewati
segala dukuh yang terpencar di seluruh Jawa. Begitu pula asrama tetap yang
bercandi serta yang tidak. Yang bercandi menerima bantuan tetap dari Sri Paduka
Prabu.
Begitu juga dukuh pengawas, tempat belajar upacara.
Telah diteliti
sejarah berdirinya segala desa di Jawa. Perdikan candi, tanah pusaka, daerah
dewa, biara dan dukuh. Yang berSerat Kekancingan dipertahankan, yang tidak,
segera diperintahkan.
Pulang kepada dewan desa di hadapan Sang Arya Ranadiraja.Segenap desa sudah
diteliti menurut perintah raja Wengker raja Singasari bertitah mendaftar jiwa
serta seluk salurannya.Petugas giat menepati perintah, berpegang kepada aturan
Segenap penduduk Jawa patuh mengindahkan perintah Sri Paduka Prabu.Semua tata
aturan patuh diturut oleh pulau Bali.Candi, asrama, pesanggrahan telah diteliti
sejarah tegaknya Pembesar kebudaan Badahulu.
Badaha lo Gajah
ditugaskan. Membina segenap candi, bekerja rajin dan mencatat semuanya.
Perdikan kebudaan Bali seperti berikut, biara Baharu (hanyar). Kadikaranan,
Purwanagara, Wiharabahu, Adiraja, Kuturan.Itulah enam kebudaan Bajradara, biara
kependetaan.
Terlangkahi biara dengan bantuan negara seperti Aryadadi. Berikut candi
pasareyan di Bukit Sulang lemah lampung, dan Anyawasuda Tatagatapura,
Grehastadara, sangat mashur, dibangun atas Serat Kekancingan.
Pada tahun Saka
1260 oleh Sri Paduka Jiwana.
Yang memberkahi
tanahnya, membangun candinya : upasaka wreda mentri. Semua perdikan dengan
bukti prasasti dibiarkan tetap berdiri. Terjaga dan terlindungi segala bangunan
setiap orang budiman.
Demikianlah
tabiat raja utama, berjaya, berkuasa, perkasa. Semoga kelak para raja sudi
membina semua bangunan suci. Maksudnya agar musnah semua durjana dari muka bumi
laladan.
Itulah tujuan melintas, menelusur dusun-dusun sampai di tepi laut. Menenteramkan
hati pertapa, yang rela tinggal di pantai, gunung dan hutan. Lega bertapa brata
dan bersamadi demi kesejahteraan negara.
Besarlah minat
Sri Paduka untuk tegaknya tripaksa. Tentang Serat Kekancingan beliau besikap
agar tetap diindahkan. Begitu pula tentang pengeluaran undang-undang, supaya
laku utama, tata gila dan adat-tutur diperhatikan. Itulah sebabnya sang
caturdwija mengejar laku utama. Resi, Wipra, pendeta Siwa Buda teguh
mengindahkan tutur.
Catur asrama
terutama catur basma tunduk rungkup tekun melakukan tapa brata, rajin
mempelajari upacara.
Semua anggota empat
kasta teguh mengindahkan ajaran. Para Mahamantri Agung dan arya pandai membina
urusan negara. Para putri dan satria berlaku sopan, berhati teguh. Waisya dan
sudra dengan gembira menepati tugas darmanya. Empat kasta yang lahir sesuai
dengan keinginan.
Hyang Maha Tinggi Konon tunduk rungkup kepada kuasa dan perindah Sri Paduka
Teguh tingkah tabiatnya, juga ketiga golongan terbawah. Gandara, Mleca dan Tuca
mencoba mencabut cacad-cacadnya.
Demikianlah
tanah Jawa pada zaman pemerintahan Sri Nata. Penegakan bangunan-bangunan suci
membuat gembira rakyat Sri Paduka menjadi teladan di dalam menjalankan enam
darma.
Para ibu kagum memandang, setuju dengan tingkah laku Sang Prabu. Sri Nata
Singasari membuka ladang luas di daerah Sagala.Sri Nata Wengker membuka hutan
Surabana, Pasuruan, Pajang.
Mendirikan perdikan Buda di Rawi, Locanapura, Kapulungan Sri Paduka sendiri
membuka ladang Watsari di Tigawangi. Semua Mahamantri Agung mengenyam tanah
palenggahan yang cukup luas Candi, biara dan lingga utama dibangun tak ada
putusnya. Sebagai tanda bakti kepada dewa, leluhur, para pendeta. Memang benar
budi luhur tertabur mengikuti jejak Sri Nata. Demikianlah keluhuran Sri Paduka
ekanata di Wilwatikta. Terpuji bagaikan bulan di musim gugur, terlalu indah
terpandang Durjana laksana tunjung merah, sujana seperti teratai putih. Abdi,
harta, kereta, gajah, kuda berlimpah-limpah bagai samudera.
Bertambah mashur
keluhuran pulau Jawa di seluruh jagad raya. Hanya Jambudwipa dan pulau Jawa
yang disebut negara utama Banyak pujangga dan dyaksa serta para upapati, tujuh
jumlahnya Panji Jiwalekan dan Tengara yang meronjol bijak di dalam kerja. Mashurlah
nama pendeta Brahmaraja bagai pujangga, ahli tutur.
Putus dalam
tarka, sempurna dalam seni kata serta ilmu naya Hyang brahmana, sopan, suci,
ahli weda menjalankan nam laku utama Batara Wisnu dengan cipta dan mentera
membuat sejahtera negara.
Itulah sebabnya
berduyun-duyun tamu asing datang berkunjung Dari Jambudwipa, Kamboja, Cina,
Yamana, Campa dan Karnataka Goda serta Siam mengarungi lautan bersama para
pedagang Resi dan pendeta, semua merasa puas, menetap dengan senang. Tiap bulan
Palguna Sri Nata dihormat di seluruh negara. Berdesak-desak para pembesar,
empat penjuru, para prabot desa Hakim dan pembantunya, bahkan pun dari Bali
mengaturkan upeti. Pekan penuh sesak pembeli, penjual, barang terhampar di
dasaran. Berputar keliling gamelan dalam tanduan diarak rakyat ramai Tiap
bertabuh tujuh kali, pembawa sajian menghadap ke pura Korban api, ucapan mantra
dilakukan para pendeta Siwa-Buda.
Mulai tanggal
delapan bulan petang demi keselamatan Sri Paduka.
Tersebut pada
tanggal empatbelas bulan petang. Sri Paduka berkirap. Selama kirap keliling
kota busana. Sri Paduka serba kencana. Ditatang jempana kencana, panjang berarak
beranut runtun.
Mahamantri Agung, sarjana, pendeta beriring dalam pakaian seragam. Mengguntur
gaung gong dan salung, disambut terompet meriah sahut-menyahut bergerak barisan
pujangga menampung beliau dengan puja sloka. Gubahan kawi raja dari pelbagai kota
dari seluruh Jawa. Tanda bukti Sri Paduka perwira bagai Rama, mulia bagai Sri
Kresna. Telah naik Sri Paduka di takhta mutu-manikam, bergebar pancar sinar. Seolah-olah
Hyang Trimurti datang mengucapkan puji astuti. Yang nampak, semua serba mulia,
sebab Sri Paduka memang raja agung. Serupa jelmaan. Sang Sudodanaputra dari
Jina bawana.
Sri Nata Pajang
dengan sang permaisuri berjalan paling muka. Lepas dari singgasana yang diarak
pengiring terlalu banyak.
Mahamantri Agung
Pajang dan Paguhan serta pengiring jadi satu kelompok. Ribuan jumlahnya,
berpakaian seragam membawa panji dan tunggul. Raja Lasem dengan permaisuri
serta pengiring di belakangnya.
Lalu raja Kediri
dengan permaisuri serta Mahamantri Agung dan tentara. Berikut maharani Jiwana
dengan suami dan para pengiring. Sebagai penutup Sri Paduka dan para pembesar
seluruh Jawa.
Penuh berdesak sesak para penonton ribut berebut tempat. Di tepi jalan kereta
dan pedati berjajar rapat memanjang. Tiap rumah mengibarkan bendera, dan
panggung membujur sangat panjang.
Penuh sesak wanita tua muda, berjejal berimpit-impitan. Rindu sendu hatinya
seperti baru pertama kali menonton. Terlangkahi peristiwa pagi, waktu Baginda
mendaki setinggil. Pendeta menghaturkan kendi berisi air suci di dulang berukir.Mahamantri
Agung serta pembesar tampil ke muka menyembah bersama-sama. Tanggal satu bulan
Caitra bala tentara berkumpul bertemu muka.
Mahamantri Agung, perwira, para arya dan pembantu raja semua hadir.
Kepala daerah,
ketua desa, para tamu dari luar kota. Begitu pula para kesatria, pendeta dan
brahmana utama. Maksud pertemuan agar para warga mengelakkan watak jahat. Tetapi
menganut ajaran raja Kapa Kapa, dibaca tiap Caitra. Menghindari tabiat jahat,
seperti suka mengambil milik orang.
Memiliki harta
benda dewa, demi keselamatan masyarakat. Dua hari kemudian berlangsung perayaan
besar. Di utara kota terbentang lapangan bernama Bubat. Sering dikunjungi Sri
Paduka, naik tandu bersudut Singa. Di arak abdi berjalan, membuat kagum tiap
orang.
Bubat adalah lapangan luas lebar dan rata. Membentang ke timur setengah krosa
sampai jalan raya.
Dan setengah krosa ke utara bertemu.tebing sungai. Dikelilingi bangunan Mahamantri Agung di dalam kelompok. Menjulang sangat tinggi bangunan besar di tengah padang. Tiangnya penuh berukir dengan isi dongengan parwa. Dekat di sebelah baratnya bangunan serupa istana.
Dan setengah krosa ke utara bertemu.tebing sungai. Dikelilingi bangunan Mahamantri Agung di dalam kelompok. Menjulang sangat tinggi bangunan besar di tengah padang. Tiangnya penuh berukir dengan isi dongengan parwa. Dekat di sebelah baratnya bangunan serupa istana.
Tempat menampung
Sri Paduka di panggung pada bulan Caitra. Panggung berjajar membujur ke utara
menghadap barat. Bagian utara dan selatan untuk raja dan arya. Para Mahamantri
Agung dan dyaksa duduk teratur menghadap timur. Dengan pemandangan bebas luas
sepanjang jalan raya.
Di situlah Sri Paduka memberi rakyat santapan mata. Pertunjukan perang tanding,
perang pukul. desuk-mendesuk Perang keris, adu tinju tarik tambang,
menggembirakan. Sampai tiga empat hari lamanya baharu selesai. Seberangkat Sri
Paduka. sepi lagi, panggungnya dibongkar. Segala perlombaan bubar, rakyat
pulang bergembira. Pada Citra bulan petang Sri Paduka menjamu para pemenang.
Yang pulang
menggondol pelbagai hadiah bahan pakaian. Segenap ketua desa dan wadana tetap
tinggal, paginya mereka. Dipimpin Arya Ranadikara menghadap Sri Paduka minta
diri di pura Bersama Arya Mahadikara, kepala pancatanda dan padelegan. Sri
Paduka duduk di atas takhta, dihadap para abdi dan pembesar.
Negara
Kerta Gama - Bagian 7
Berkatalah Sri nata Wengker di hadapan para pembesar dan
wedana : "Wahai, tunjukkan cinta serta setya baktimu kepada Sri Paduka
Prabu Cintailah rakyat bawahanmu dan berusahalah memajukan dusunmu Jembatan,
jalan raya, beringin, bangunan dan candi supaya dibina.
Terutama
dataran tinggi dan sawah, agar tetap subur, peliharalah perhatikan tanah rakyat
jangan sampai jatuh di tangan petani besar. Agar penduduk jangan sampai terusir
dan mengungsi ke desa tetangga. Tepati segala peraturan untuk membuat desa
bertambah besar.
Sri Nata Kerta Wardana setuju dengan anjuran memperbesar desa. Harap dicatat
nama penjahat dan pelanggaran setiap akhir bulan. Bantu pemeriksaan tempat durjana
terutama pelanggar susila.
Agar
bertambah kekayaan Sri Paduka demi kesejahteraan negara. Kemudian bersabda Sri
Baginda Wilwatikta memberi anjuran : "Para budiman yang berkunjung kemari,
tidak boleh dihalang-halangi.
Rajakarya
terutama bea-cukai, pelawang supaya dilunasi.Jamuan kepada para tetamu budiman
supaya diatur pantas. Undang-undang sejak pemerintahan ibunda harus ditaati.
Hidangan makanan sepanjang hari harus dimasak pagi-pagi. Jika ada tamu loba
tamak mengambil makanan, merugikan. Biar mengambilnya, tetapi laporkan namanya
kepada saya.
Negara dan desa berhubungan rapat seperti singa dan hutan. Jika desa rusak,
negara akan kekurangan bahan makanan. Kalau tidak ada tentara, negara lain
mudah menyerang kita.
Karenanya peliharalah keduanya, itu perintah saya "
Begitu
perintah Sri Paduka kepada wadana, yang tunduk mengangguk Sebagai tanda mereka
sanggup mengindahkan perintah beliau. Mahamantri Agung upapati serta para
pembesar menghadap bersama. Tepat pukul tiga mereka berkumpul untuk bersantap
bersama. Bangunan sebelah timur laut telah dihiasi gilang cemerlang. Di tiga
ruang para wadana duduk teratur menganut sudut. Santapan sedap mulai
dihidangkan di atas dulang serba emas
Segera deretan depan berhadap-hadapan di muka Sri Paduka. Santapan terdiri dari
daging kambing, kerbau, burung, rusa, madu, ikan, telur, domba menurut adat
agama dari zaman purba.
Makanan
pantangan : daging anjing, cacing, tikus, keledai dan katak. Jika dilanggar
mengakibatkan hinaan musuh, mati dan noda.Dihidangkan santapan untuk orang
banyak.
Makanan serba banyak serta serba sedap.
Berbagai-bagai
ikan laut dan ikan tambak. Berderap cepat datang menurut acara.
Daging katak, cacing, keledai, tikus, anjing hanya dihidangkan kepada para
penggemar. Karena asalnya dari pelbagai desa.
Mereka
diberi kegemaran, biar puas. Mengalir pelbagai minuman keres segar. Tuak nyiur,
tal, arak kilang, brem, tuak rumbya. itulah hidangan yang utama. Wadahnya emas
berbentuk aneka ragam. Porong dan guci berdiri terpencar-pencar. Berisi aneka
minuman keras dari aneka bahan. Beredar putar seperti air yang mengelir. Yang
gemar minum sampai muntah serta mabuk.Meluap jamuan Sri Paduka dalam pesta.
Hidangan mengalir menghampiri tetamu. Dengan sabar segala sikap dizinkan. Penyombong,
pemabuk jadi buah gelak tawa. Merdu merayu nyanyian para biduan. Melagukan
puji-pujian Sri Paduka. Makin deras peminum melepaskan nafsu. Habis lalu waktu, berhenti gelak
gurau.
Pembesar
daerah angin membadut dengan para lurah. Diikuti lagu, sambil bertandak memilih pasangan.
Seolah
tingkahnya menarik gelak, menggelikan pandangan. Itulah sebabnya mereka
memperoleh hadiah kain. Disuruh menghadap Sri Paduka, diajak minum bersama.
Mahamantri Agung upapati berurut mengelir menyanyi. Nyanyian Menghuri Kandamuhi
dapat bersorak pujian. Sri Paduka berdiri, mengimbangi ikut melaras lagu.Tercengang
dan terharu hadirin mendengar suar merdu.Semerebak meriah bagai gelak merak di
dahan kayu.
Seperti madu bercampur dengan gula terlalu sedap manis.Resap menghalu kalbu
bagai desiran buluh perindu.Arya Ranadikara lupa bahwa Sri Paduka berlagu.Bersama
Arya Ranadikara mendadak berteriak. Bahwa para pembesar ingin belia menari
topeng.
"Ya!" jawab beliau, segera masuk untuk persiapan.Sri Kerta Wardana
tampil kedepan menari panjak.
Bergegas
lekas panggung di siapkan ditengah mandapa. Sang permaisuri berhias jamang
laras menyanyikan lagu. Luk suaranya mengharu rindu, tinglahnya memikat hati.
Bubar mereka itu ketika Sri Paduka keluar.Lagu rayuan Sri Paduka bergetar
menghanyutkan rasa.
Diiringkan
rayuan sang permaisuri rapi rupendah.Resap meremuk rasa, merasuk tulang sungsum
pendengar. Sri Paduka warnawan telah mengenakan tampuk topeng.
Delapan pengiringnya di belakang, bagus, bergs, pantas.Keturunan Arya, bijak
cerdas, sopan tingkah lakunya.Itulah sebabnya banyolannya selalu kena. Tari
sembilan orang telah dimulai dengan banyolan.Gelak tawa terus menerus, sampai
perut kaku beku. Babak yang sedih meraih tangis, mengaduk haru dan rindu. Tepat
mengenai sasaran, menghanyutkan hati penonton.
Silam
matahari waktu lingsir, perayaan berakhir. Para pembesar meminta diri mencium
duli paduka. Katanya :"lenyap duka oleh
suka, hilang dari bumi!".Terlangkahi pujian Sri Paduka waktu masuk istana.
Demikianlah
suka mulia Sri Paduka Prabu di pura, tercapai segala cita.Terang Sri Paduka
sangat memperhatikan kesejahteraan rakyat dan negara. Meskipun masih muda
dengan suka rela berlaku bagai titisan Buda. Dengan laku utama beliaumemadamkan
api kejahatan durjana.
Terus
membumbung ke angkasa kemashuran dan keperwiraan Sri Paduka. Sungguh beliau
titisan Batara Girinata untuk menjaga buana. Hilang dosanya orang yang
dipandang, dan musnah letanya abdi yang disapa. Itulah sebabnya keluhuran
beliau mashur terpuji di tiga jagad.
Semua
orang tinggi, sedang, rendah menuturkan kata-kata pujian. Serta berdo'a agar
Sri Paduka tetap subur bagai gunung tempat berlindung. Berusia panjang sebagai
bulan dan matahari cemerlang menerangi bumi.
Semua
pendeta dari tanah asing menggubah pujian Sri Paduka. Sang pendeta Budaditya
menggubah rangkaian seloka Bogawali.
Tempat
tumpah darahnya Kancipuri di Sadwihara di Jambudwipa. Brahmana Sri Mutali
Saherdaya menggubah pujian seloka indah. Begitu pula para pendeta di Jawa,
pujangga, sarjana sastra. Bersama-sama merumpaka seloka puja sastra untuk
nyanyian.
Yang terpenting puja sastra di prasasti, gubahan upapati Sudarma. Berupa
kakawin, hanya boleh diperdengarkan di dalam istana. Mendengar pujian para
pujangga pura bergetar mencakar udara.Empu Prapanca bangkit turut memuji Sri
Paduka meski tak akan sampai pura.
Maksud
pujiannya, agar Sri Paduka gembira jika mendengar gubahannya. Berdoa demi
kesejahteraan negara, terutama Sri Paduka dan rakyat. Tahun Saka 1287 bulan
Aswina hari purnama.
Siaplah
kakawin pujaan tentang perjalanan jaya keliling negara. Segenap desa tersusun
dalam rangkaian, pantas disebut Desa Warnana. Dengan maksud, agar Sri Paduka
ingat jika membaca hikmat kalimat. Sia-sia lama bertekun menggubah kakawin
menyurat di atas daun lontar.
Yang
pertama "Tahun Saka", yang kedua "Lambang" kemudian
"Parwasagara". Berikut yang keempat "Bismacarana", akhirnya
cerita "Sugataparwa". Lambang dan Tahun Saka masih akan diteruskan,
sebab memang belum siap. Meskipun tidak semahir para pujangga di dalam
menggubah kakawin. Terdorong cinta bakti kepada Sri Paduka, ikut membuat puja
sastra berupa karya kakawin, sederhana tentang rangkaian sejarah desa. Apa
boleh buat harus berkorban rasa, pasti akan ditertawakan.
Nasib
badan dihina oleh para bangsawan, canggung tinggal di dusun. Hati gundah kurang
senang, sedih, rugi tidak mendengar ujar manis. Teman karib dan orang budiman
meninggalkan tanpa belas kasihan. Apa
gunanya mengenal ajaran kasih, jika tidak diamalkan?
Karena
kemewahan berlimpah, tidak ada minat untuk beramal. Buta, tuli, tak nampak
sinar memancar dalam kesedihan, kesepian. Seyogyanya ajaran sang Begawan
diresapkan bagai sepegangan.
Mengharapkan
kasih yang tak kunjung datang, akan membawa mati muda. Segera bertapa brata di
lereng gunung, masuk ke dalam hutan. Membuat rumah dan tempat persajian di
tempat sepi dan bertapa. Halaman rumah ditanami pohon kamala, asana,
tinggi-tinggi.
Memang Kamalasana nama dukuhnya sudah sejak lama dikenal.
Prapanca
itu pra lima buah. Cirinya: cakapnya lucu. Pipinya sembab, matanya ngeliyap.
Gelaknya terbahak-bahak. Terlalu kurang ajar, tidak pantas ditiru. Bodoh, tak
menurut ajaran tutur.
Carilah
pimpinan yang baik dalam tatwa. Pantasnya ia dipukul berulang kali. Ingin
menyamai Empu Winada. Mengumpulkan harta benda. Akhirnya hidup sengsara. Tapi
tetap tinggal tenang. Winada mengejar jasa. Tanpa ragu wang dibagi. Terus
bertapa berata. Mendapat pimpinan hidup. Sungguh handal dalam yuda. Yudanya
belum selesai. Ingin mencapai nirwana. Jadi pahlawan pertapa.
Beratlah
bagi para pujangga menyamai Winada, bertekun dalam tapa. Membalas dengan cinta
kasih perbuatan mereka yang senang menghina orang-orang yang puas dalam
ketetnangan dan menjauhkan diri dari segala tingkah, menjauhkan diri dari
kesukaan dan kewibawaan dengan harapan akan memperoleh faedah. Segan meniru
perbuatan mereka yang dicacad dan dicela di dalam pura.
0 komentar
Posting Komentar