Rabu, 28 Desember 2011

Mengenang 375 Tahun Mangkatnya Sang Perkasa Alam

Sultan Iskandar Muda (Istimewa)
Sultan Iskandar Muda





Sultan Iskandar Muda membawa Aceh di puncak kejayaan pada 1607 hingga 1636. Kematian pemimpin pemberani ini pun diperingati warga di Aceh.

Seratusan warga dari unsur seniman, mahasiswa, dan jurnalis, berkumpul di sebuah kafe dibilangan Lamprit, Banda Aceh. Mereka menghelat peringatan 375 tahun mangkatnya Sultan Iskandar Muda, pemimpin ke-20 Kerajaan Aceh Darussalam.

Haul atau peringatan hari mangkat ini dipusatkan di Haba Cafe juga dihadiri Tuanku Raja Yusuf bin Sultan Ibrahim bin Sultan Muhammad Daudsyah, keturunan dari raja-raja Aceh.

Kegiatan diisi dengan doa bersama, salawat, dan juga uraian napak tilas Iskandar Muda, Raja yang dijuluki Sultan Perkasa Alam.

“Iskandar Muda menjadi simbol kemegahan dan kehormatan raja, namun itu hanya kebanggan sumir. Buktinya selama 375 tahun jangankan mengikuti wasiat Iskandar Muda, sebagai ingatan saja nyaris punah,” kata inisiator acara, Ampuh Devayan, Rabu (28/12/2011).

Acara ini, kata dia, digelar untuk mengajak warga mengenang kembali Sultan Iskandar Muda, raja yang menjadi simbol kemegahan Aceh.

Lewat kegiatan ini, diharapkan semua pihak mau mengadopsi semangat dan kegigihan seperti yang sudah dilakukan Iskandar Muda dalam membawa Aceh disegani dunia pada abad ke-16 Masehi.

“Iskandar Muda adalah riwayat seorang pemimpin yang mengisahkan dan sekaligus mengajarkan tentang keberanian bertindak sebagai pelakon, bukan menjadi penonton,” sebut wartawan senior itu.

“Di mata dan hati orang Aceh, Iskandar Muda bagai Iskandar Zulkarnain waktu meninggalkan Rum untuk menaklukkan dunia,” sambungnya.

Sultan Iskandar Muda adalah cucu kesayangan Ala ad-Din Riayat Shah Al-Kahar, Sultan Aceh (1588-1604). Anak pasangan Mansyur Syah dengan Putri Raja Indera Bangsa atau dijuluki Paduka Syah Alam lahir pada 1593.

Menduduki tahta Kerajaan dalam usia yang sangat muda (18-19 tahun), kesuksesan Iskandar Muda sebagai penguasa Kerajaan Aceh Darussalam telah mendapat pengakuan bukan hanya dari rakyatnya tetapi juga dari musuh-musuhnya dan bangsa asing. Dia raja ke-20 dari 40 pemimpin Kerajaan Aceh.

Iskandar Muda mampu menyatukan bangsa-bangsa Melayu yang ditakuti dan disegani bangsa asing. Imperium Aceh kala itu merambah ke seluruh Sumatera, semenanjung Malaya (Malaysia sekarang), melebar ke Kalimantan Barat dan Jawa Barat.

Aceh di masa Iskandar Muda juga memiliki hubungan yang baik dengan Inggris dan negara Eropa lain yang menjadi tujuan ekspor hasil bumi Aceh. Kerajaan Aceh juga sangat intim dengan Turki.

“Hambalah sang penguasa perkasa negeri-negeri di bawah angina. Yang terhimpun di atas tanah Aceh dan atas tanah Sumatera dan atas seluruh wilayah-wilayah yang tunduk kepada Aceh yang terbentang dari ufuk matahari terbit hingga matahari terbenam,” begitu sepenggal surat Iskandar Muda untuk menjawab surat Ratu Elizabeth I yang dibawa utusan Kerajaan Inggris, Sir James Lancester.

Surat yang ditulis dengan tinta emas dan kini masih bisa dilihat di Museum Aceh di Banda Aceh ini sebagai bukti bahwa Iskandar Muda sudah menunjukkan kepada dunia international betapa pentingnya Kerajaan Aceh sebagai sebuah kekuatan di dunia.

Saat itu Aceh menjadi salah satu pusat perdagangan dunia. Kapal-kapal yang berlayar di Selat Malaka atau Samudera Hindia selalu transit di Aceh. Rempah-rempah menjadi komoditas andalan yang diekspor dari Aceh ke berbagai belahan dunia.

Iskandar Muda juga memiliki armada perang yang kuat, kapal induknya bernama Cakra Donya berhasil menaklukkan sebagian wilayah Malaysia dan Selat Malaka dalam kekuasaan Aceh.

Kerajaan Pahang yang takluk dalam agresi dilancarkan Iskandar Muda harus merelakan putri kesayangannya dipersunting Sultan sebagai permaisurinya. Bukti cinta kedua insan itu kini masih bisa ditemui di Banda Aceh.

Adalah Taman Putro Phang atau Putri Pahang yang dibangun Iskandar Muda di samping singgasananya untuk menghibur hati sang ratu.

Iskandar Muda tidak hanya mampu menyusun dan menetapkan berbagai konsep qanun (UU dan peraturan Negara) yang adil dan universal, tetapi juga sudah mampu menjalankannya.

Dia merelakan anak lelaki kesayangannya bernama Meurah Pupok dirajam hingga mati setelah divonis oleh Menteri Kehakiman Aceh Sri Raja Panglima Wazir Mizan terbukti berzina, demi tegaknya hukum dan adat.

Kata-kata Iskandar muda yang hingga kini masih populer adalah, "Gadoh anuek meupat jeurat, gadoh adat pat tamita." (Anak mati ada kuburnya, hilang adat mau cari di mana).

Iskandar Muda juga Raja yang memperhatikan agama dalam kepemimpinannya. Dia selalu dibimbing mufti besar Teungku Syiah Kuala. Aceh menjadi salah satu pusat kebudayaan Islam.

Cita-citanya panjang, namun usianya pendek. Iskandar Muda mangkat tepat pada 27 Desember 1636 di usia 43 tahun. Pemerintah Orde Baru sudah menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada Sultan Iskandar Muda berdasarkan SK Presiden No 077/TK/199.

“Sultan Iskandar Muda telah menorehkan sejarah sebagai Kesultanan paling sulit ditaklukkan. Dia menjadi sumbu kekuatan Aceh karena keteguhan seorang pemimpin negara, masyarakat, dan tokoh yang memegang syariat agamanya," kata Ampuh Devayan.

Tuanku Raja Yusuf, keturunan raja Aceh berharap haul ini diperingati setiap tahun agar sejarah yang pernah terukir di Aceh tidak lenyap begitu saja.
 
by Salman Mardira - Okezone

0 komentar