Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
(Tidak
demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang
ia berbuat kebajikan, Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya
dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati. (Q.S. Al-Baqarah [2] : 112)
Dan Dia Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Dan
barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang
yang berbuat kebaikan, maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul
tali yang kokoh...” (Q.S. Luqman [31] : 22)
Dan Dia Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“...Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada
Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali
yang amat kuat yang tidak akan putus....” (Q.S. Al Baqarah [2] :
256)
Dan Dia Subhanahu Wa Ta’ala berfirman
“Sesungguhnya
telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang
yang bersama dengan Dia; ketika mereka Berkata kepada kaum
mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dan
daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari
(kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan
kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah
saja...” (Q.S. Al Mumtahanah [60] : 4)
Dan Dia Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut
itu...” (Q.S. An Nahl [16] : 36)
Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala :
“Sesungguhnya agama (yang diridlai) di sisi Allah hanyalah Islam...” (Q.S. Ali Imran [3] : 19)
Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala :
“Barangsiapa
mencari agama selain agama islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi” (Q.S. Ali Imran [3] : 85)
Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala :
“Hak
menetapkan hukum itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan
agar kamu tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Itulah agama yang
lurus...” (Q.S. Yusuf [12] : 40)
Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala :
“...Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang raja...”(Q.S. Yusuf [12] : 76)
Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala :
“Dan
janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah
ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah
suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada
kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti
mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.”
(Q.S. Al An’am [6] : 121)
Rasulullah
shalallahu 'alaihi wasallam bersabda : “Saya diperintahkan untuk
memerangi manusia sampai mereka bersaksi akan Laa ilaaha
illallah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mereka
mendirikan shalat dan mereka menunaikan zakat. Terus bila mereka
melakukan hal itu maka mereka telah menjaga darah dan hartanya
dari (tindakan) aku kecuali dengan hak Al Islam.” (Al Bukhari dan
Muslim)
Beliau
Shalallahu'alaihi wa sallam bersabda : “Siapa yang mengucapkan Laa
ilaaha illallah dan dia kufur kepada apa yang diibadahi selain Allah,
maka haramlah darah dan hartanya, sedangkan perhitungannya atas Allah.”
(HR. Muslim)
Beliau
Shalallahu'alaihi wa sallam bersabda : “Hari kiamat tidak akan terjadi
sehingga kelompok dari umatku bergabung dengan orang-orang
musyrik, dan hingga jumlah besar dari umatku beribadah kepada
berhala-berhala.” (HR Al Barqany dalam shahihnya)
Dan
dalam riwayat dari Abu Dawud : “Hingga kabilah-kabilah dari
umatku bergabung dengan orang-orang musyrik.” Rasullullah
Shalallahu'alaihi wa sallam bersabda : “Ya Allah jangan jadikan
kuburanku sebagai berhala yang di ibadati.”
Ibnul
Qayyim rahimahullah berkata : “Islam adalah mentauhidkan Allah,
beribadah kepada-Nya saja tidak ada sekutu bagi-Nya, iman kepada
Allah dan Rasul-Nya, dan mengikuti beliau dalam apa yang
dibawanya, jika seorang hamba tidak mendatangkan hal ini maka
dia bukan muslim. Bila dia bukan kafir mu’anid maka dia kafir
jahil. Status thabaqah (orang-orang macam) ini adalah mereka itu
orang-orang kafir jahil yang tidak mu’anid (membangkang) dan
ketidakmembangkangan mereka itu tidaklah mengeluarkan mereka dari
statusnya sebagai orang-orang kafir.” [Thariqul Hijratain Wa Babus
Sa’adatain : 452]
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah rahimahullah : “Islam adalah Istislaam (berserah
diri) kepada Allah tidak kepada yang lain-Nya, dia beribadah
kepada Allah tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya, dia tawakkal
hanya kepada-Nya, mengharap-Nya, dan takut kepada-Nya saja, dia
mencintai Allah dengan kecintaan yang sempurna yang mana dia tidak
mencintai makhluk-mahkluk seperti kecintaan dia kepada Allah... siapa
yang menolak beribadah kepada Allah maka dia bukan muslim, dan
siapa yang beribadah kepada yang lainnya di samping dia
beribadah
kepada Allah maka dia bukan muslim.” [Kitab An Nubuwwat : 127]
Dan beliau
rahimahullah berkata juga sebagaimana yang dinukil oleh Syaikh
Abdurrahman Ibnu Hasan rahimahullah: Dalam Islam itu harus
istislaam (berserah diri) kepada Allah saja dan meninggalkan
istislaam kepada selain-Nya. Dan ini adalah hakikat ucapan Laa ilaaha
illallah. Siapa yang istislaam kepada Allah dan kepada yang lain,
maka dia itu musyrik sedangkan Allah tidak mengampuni penyekutuan
terhadap-Nya. Dan siapa yang tidak istislaam kepada Allah maka dia itu
mustakbir (orang yang menyombongkan diri) dari ibadah
kepada-Nya, sedangkan Dia Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman :
“Sesungguhnya orang yang istikbar dari ibadah kepadaku maka mereka akan
masuk neraka jahannam dalam keadaan hina” [Al Qaul Al Fashl An Nafis :
160]
Syaikh
Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad rahimahullah berkata: “Para
ulama telah ijma, salaf maupun khalaf dari kalangan para sahabat,
tabi’in, para imam dan seluruh ahlus sunnah bahwa seseorang
tidak menjadi muslim kecuali dengan mengosongkan diri dari Syirik
Akbar, bara’ (berlepas diri) darinya dan dari para pelakunya,
membencinya, memusuhinya sesuai kemampuan dan kekuatan, serta
memurnikan amalan-amalan seluruhnya kepada Allah.” [Ad Durar As
Saniyyah 11/545]
Syaikh
Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan rahimahullah berkata : “Islam
adalah komitmen (iltizaam) terhadap tauhid, berlepas diri dari
syrik, bersaksi akan kerasulan beliau shalallahu 'alaihi wasallam dan
mendatangkan rukun Islam yang empat.” [Mishbah Adh Dhalam : 328]
Al Imam Abu
Muhammad Ibnu Hazm rahimahullah berkata : “Dan seluruh
tokoh-tokoh Islam menggatakan : “Setiap orang yang menyakini
dengan hatinya dengan keyakinan yang tidak mengandung keraguan di
dalamnya dan dia menyatakan dengan lisannya Laa ilaaha illallah
wa anna Muhammadan Rasulullah dan bahwa semua yang beliau bawa
itu benar serta dia berlepas diri dari setiap dien selain dien
Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam maka sesungguhnya dia itu muslim
mukmin, tidak ada atas dia selain hal itu.” [Al Fashl 4/35]
Syaikh Abdullah Ibnu Abdirrahman Aba Buthain rahimahullah berkata :
“Sesungguhnya
orang awam yang tidak mengetahui dalil-dalil, bila dia
meyakini keEsaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan risalah Muhammad
shalallahu 'alaihi wasallam, dia beriman akan kebangkitan setelah
mati, (iman) kepada surga dan neraka, dan (meyakini) bahwa hal-hal
syirik yang dilakukan di Masyaahid (kuburan-kuburan yang dikeramatkan)
itu adalah bathil dan sesat, bila dia meyakini hal itu dengan
keyakinan yang pasti lagi tidak ada keraguan di dalamnya, maka
dia itu muslim meskipun tidak mengutarakan dengan dalil.” [Ad
Durar As Saniyyah 10/409]
Al Imam Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah berkata :
“Adapun
tata cara kufur kepada thaghut adalah engkau meyakini bathilnya ibadah
kepada selain Allah, engkau meninggalkannya, engkau membencinya,
engkau mengkafirkan para pelakunya dan engkau memusuhi mereka.“ [Al
Jami’ Al Farid : 308]
Seluruh macam
ibadah harus ditujukan kepada Allah saja. Dia Subhanahu Wa Ta’ala
berfirman : “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku
dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu
bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan Aku adalah
orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (Q.S. Al An’am
[6] : 162-163)
Allah Subhanahu
Wa Ta’ala telah memvonis kafir orang yang memalingkan salah satu
macam ibadah kepada selain-Nya. Dia ta’ala berfirman :
“Dan
barangsiapa menyembah ilah yang lain di samping Allah, padahal tidak
ada suatu dalilpun baginya tentang itu, Maka Sesungguhnya
perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir
itu tiada bakal beruntung.” (Q.S. Al Mukminun [23] :117)
Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala :
“...Dan
dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan
(manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: "Bersenang-senanglah dengan
kekafiranmu itu sementara waktu; Sesungguhnya kamu termasuk penghuni
neraka". (Q.S. Az Zumar [39] : 8)
Taat dalam
tasyri’ yaitu dalam penghalalan dan pengharaman atau penyandaran
wewenang pembuatan hukum dan undang-undang adalah termasuk ibadah.
Maka siapa memalingkannya kepada selain Allah maka dia
musyrik, siapa saja orangnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Mereka
menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan
selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam,
padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan.” (Q.S. At Taubah [9] : 31)
Bentuk ketuhanan
macam apa yang mereka klaim dan bentuk peribadatan macam apa yang
dilakukan oleh orang-orang Nashrani kepada alim ulama dan para
pendetanya ? Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam telah
menjelaskan hal itu di dalam hadits hasan dari ‘Adiy ibnu Hatim, ia
datang ─saat masih Nashrani─ berkata : “Kami tidak pernah mengibadati
mereka”. Di sini ‘Adiy ibnu Hatim dan orang-orang Nashrani merasa tidak
pernah beribadah kepada alim ulama dan para pendeta, karena mereka
tidak pernah sujud dan shalat kepadanya, dan mereka tidak paham
apa yang dimaksud dengan peribadatan dan pentuhanan alim ulama
dan pendeta itu, maka Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam
menjelaskan hal itu seraya berkata : “Bukankah mereka
menghalalkan apa yang Allah haramkan terus kalian ikut
menghalalkannya, dan bukankah mereka mengharamkan apa yang Allah
halalkan terus kalian ikut mengharamkannya ?”, maka ‘Adiy berkata
: “Ya, benar”, maka Rasulullah berkata lagi : “Itulah bentuk
peribadatan kepada mereka”. (At Tirmidzi, hadits hasan)
Yaitu
: bukankah mereka membuat hukum dan kalian mematuhi atau
menyetujui dan menjadikan hukum mereka sebagai acuan ?, dan
‘Adiy mengiakannya.
Ibnu
Taimiyah rahimahullah berkata : “Dan begitu juga Al Bukhturi berkata :
“Sesungguhnya mereka (orang-orang Nashrani) tidaklah shalat
kepada mereka (ulama dan para rahib), dan seandainya mereka itu
memerintahkannya untuk menyembah mereka tentu mereka tidak bakal
mentaatinya, akan tetapi mereka itu memerintahkannya, terus mereka
menjadikan apa yang Allah halalkan sebagai keharaman dan yang
haram mereka jadikan halal, kemudian mereka itu mentaatinya,
sehingga itulah bentuk rubbubiyah (ketuhanan) tersebut.” [Majmu Al
Fatawa 7/67-68]
Al ‘Alamah
Muhammad Al Amin Asy Syinqithi rahimahullah berkata dalam rangka
menjelaskan ayat 121 surat Al An’am : “Ia adalah fatwa dari langit
(samawiyyah) dari Sang Pencipta Jalla wa ‘Ala yang mana di
dalamnya Dia menegaskan bahwa orang yang mengikuti hukum syaitan yang
menyelisihi hukum Ar Rahman adalah orang musyrik terhadap Allah.”
Dan
beliau rahimahullah berkata juga : “Maka Rabb langit dan bumi
langsung menangani fatwa dengan Dzat-Nya sendiri, kemudian dia
menurunkannya berupa Al-Qur’an yang selalu dibaca dalam surat Al
An’am seraya dengannya Dia memberitahu makhluk-Nya bahwa setiap orang
yang mengikuti aturan, hukum dan undang-undang yang menyelisihi apa
yang telah Allah syari’atkan lewat lisan Rasulullah shalallahu
'alaihi wasallam, maka dia itu musyrik terhadap Allah, kafir lagi
menjadikan apa yang diikutinya itu sebagai rabb (tuhan).”
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“...Keputusan
itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak
menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus...” (Q.S. Yusuf [12] :
40)
Allah Subhanahu
Wa Ta’ala dalam ayat ini menjelaskan bahwa hukum itu termasuk
hak-hak khusus uluhiyyah dan bahwa hukum itu adalah dien. Maka siapa
yang mengikuti hukum selain Allah maka dia itu telah mengikuti dien
selain Islam, sedangkan siapa yang mencari selain Islam sebagai dien,
maka tidak akan diterima hal itu darinya dan di akhirat kelak dia
termasuk orang-orang yang rugi. Dan siapa yang ridla dengan selain
hukum Allah berarti dia telah rela dengan kekafiran sebagai
diennya. Siapa yang memalingkan hukum (hak membuat hukum) kepada
selain Allah
maka dia musyrik. Maka diketahuilah bahwa demokrasi itu adalah
Syirik dan para pendukungnya adalah antara orang-orang musyrik dan para
arbab musyarri’un (tuhan-tuhan pembuat hukum). Syaikh Muhammad Ibnu
‘Abdil Wahhab rahimahullah berkata : “Bila
amalan-amalanmu
seluruhnya untuk Allah maka kamu adalah muwahhid, dan bila di
antara amalan itu ada penyekutuan untuk makhluk maka kamu adalah
musyrik.” [Ad Durar As Saniyyah: 1/160]
Al Imam Su’ud
Ibnu ‘Abdil Aziz Ibnu Muhammad Ibnu Su’ud rahimahullah berkata :
“Siapa yang memalingkan sebagian dari (ibadah-ibadah) itu kepada selain
Allah, maka dia itu musyrik, sama saja dia itu ahli ibadah atau orang
fasiq dan sama saja tujuannya itu baik ataupun buruk.” [Ad Durar As
Saniyyah : 9/270]
Syaikh
Abdurrahman Ibnu Hasan rahimahullah berkata : “Sesungguhnya orang yang
melakukan Syirik itu telah meninggalkan tauhid, karena sesungguhnya
keduanya (syirik dan tauhid) itu adalah dua hal yang
kontradiksi yang tidak bisa bersatu, sehingga kapan saja syirik
itu ada maka tauhid hilang.” [Syarah Ashli Dien Al Islam dalam
Al-Jami Al Farid : 380]
Beliau
berkata juga : “Siapa yang memalingkan sebagiannya kepada selain
Allah maka dia musyrik.” [Ad Durar As Saniyyah : 2/161, cetakan
pertama]
Syaikh
Abdullathif Ibnu Abdirrahman rahimahullah berkata: “Sesungguhnya
Islam dan Syirik adalah dua hal yang berseberangan yang tidak
bisa bersatu kedua-duanya dan tidak bisa hilang kedua-duanya.”
[Minhaj At Ta’sis : 12]
Syaikh Muhammad
Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah berkata: “Sesungguhnya melafalkan
syahadat dengan tanpa mengetahui maknanya dan tanpa mengamalkan
konsekuensinya tidaklah orang mukallaf itu dengannya menjadi
seorang muslim, bahkan justru pelafalan itu menjadi hujjah atas
anak Adam, dan siapa bersaksi akan Laa ilaaha illallah dan dia
beribadah kepada yang lain di samping dia beribadah kepada
Allah maka kesaksiannya itu tidak berarti baginya meskipun dia
shalat, zakat, shaum dan melakukan hal-hal dari amalan
Islam.” [Ad Durar 1/522-523]
Syaikh
Abdurrahman Ibnu Hasan rahimahullah berkata : “Sesungguhnya orang
muslim itu tidak meminta kepada selain Allah selama-lamanya,
karena sesungguhnya orang yang memohon dan meminta kebutuhannya
kepada mayit atau yang gaib sungguh dia itu telah meninggalkan
Islam, sebab syirik itu menafikan Islam, merobohkannya, dan
mengurainya satu ikatan demi satu ikatan, berdasarkan yang telah lalu
bahwa Islam itu adalah penyerahan wajah, hati , lisan dan anggota
badan kepada Allah saja tidak kepada selain-Nya. Orang muslim
itu bukanlah orang yang taqlid kepada nenek moyang dan
guru-gurunya yang bodoh serta berjalan di belakang mereka tanpa ada
petunjuk dan bashirah.” [Al Qaul Al Fashl An Nafis : 31]
Syaikh Sulaiman
Ibnu ‘Abdillah Ibnu Muhammad rahimahullah berkata : “Siapa yang
mengucapkan kalimat ini seraya mengetahui maknanya lagi
mengamalkan tuntutannya berupa penafian Syirik, penetapan
Wahdaniyyah (Keesaan) bagi Allah dengan disertai keyakinan yang
pasti akan makna yang dikandungnya dan mengamalkannya maka dia
itu muslim sebenarnya. Bila dia mengamalkan secara dhahir saja
tanpa disertai keyakinan maka dia itu kafir meskipun dia
mengucapkannya.” [Taisir Al ‘Aziz Al Hamid : 58]
Beliau
berkata juga : “Sesungguhnya pengucapan kalimat itu tanpa
mengetahui maknanya dan tanpa mengamalkan konsekuensinya, berupa
komitmen terhadap tauhid, meninggalkan Syirik dan kufur kepada
thaghut, maka sesungguhnya hal itu tidak bermanfaat berdasarkan
ijma.” [Taisir Al ‘Aziz Al Hamid,Lihat Al Haqaaiq]
Syaikh
Abdurrahman Ibnu Hasan rahimahullah berkata : Dan adapun
perkataan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dalam hadist
shahih : “Dan dia kufur terhadap segala yang diibadati selain Allah”,
ini adalah syarat yang agung yang mana pengucapan Laa ilaaha
illallah tidak sah tanpa keberadaannya. Dan bila ini tidak ada maka
orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah ini tidak terjaga
darah dan hartanya, karena ini adalah makna Laa ilaaha
illallah, sehingga
pengucapan
ini tidak bermanfaat tanpa menghadirkan makna yang ditunjukan
olehnya, berupa penanggalan syirik dan pelepasan diri darinya dan dari
pelakunya. Bila dia mengingkari peribadatan segala sesuatu yang
diibadati selain Allah, berlepas diri darinya dan dia memusuhi
orang yang melakukan hal itu, maka dia menjadi muslim yang
terjaga darah dan hartanya.” [Ad Durar As Saniyyah : 2/156,
cetakan lama]
Syaikh
Hamd Ibnu ‘Atiq rahimahullah berkata : “Para ulama telah ijma'
bahwa orang yang memalingkan satu macam dari dua macam doa
kepada selain Allah, maka dia itu musyrik meskipun dia
mengucapkan Laa ilaaha illallah, dia shalat, shaum dan mengaku
muslim.” [Ibthal At Tandid : 76]
Syaikh
Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan rahimahullah berkata : “Siapa
yang beribadah kepada selain Allah, menjadikan tandingan bagi
Rabbnya dan menyamakan antara-Nya dengan yang lainnya dalam hak
khusus-Nya, maka pantas dikatakan atasnya bahwa dia itu musyrik
yang sesat bukan muslim, meskipun dia itu memakmurkan masjid dan
mengumandangkan seruan adzan, karena dia itu tidak komitmen
dengannya. Sedangkan sumbangan harta dan berlomba-lomba atas amalan
yang nampak bila disertai dengan meninggalkan hakikatnya (yaitu
tauhid) maka hal itu tidaklah menunjukan akan Islam.” [Mishbah
Adh Dhalam : 17]
Syaikh Muhammad
Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata : “Seandainya kita
menyebut satu persatu orang-orang yang telah dikafirkan oleh para
ulama padahal mereka itu mengaku Islam dan para ulama telah menfatwakan
kemurtaddan dan vonis bunuh baginya, tentulah pembicaraan menjadi
panjang, akan tetapi di antara kisah yang terakhir adalah kisah Bani
Ubaid, para penguasa Mesir dan jajarannya, mereka itu mengaku
sebagai ahlu bait, mereka shalat
jama’ah
dan Jum’at, mereka telah mengangkat para qadhi dan mufti, namun para
ulama ijma terhadap kekafiran mereka, kemurtaddannya dan
(keharusan) memeranginya, serta negeri mereka adalah negeri harbiy,
wajib memerangi mereka meskipun mereka (rakyatnya) dipaksa lagi benci
kepada mereka.” [Tarikh Nejed : 346]
Syaikh
Abdullatif rahimahullah berkata tentang firman Allah Subhanahu Wa
Ta’ala : “Ya, siapa yang menyerahkan wajahnya kepada Allah sedang dia
itu muhsin (berbuat kebajikan), maka baginya pahala disisi Rabbnya, dan
tidak ada rasa takut atas mereka dan mereka tidak bersedih hati...”,
Ayat ini adalah sebagai bantahan terhadap ‘Ubbaadul Qubuur (para
penyembah kuburan) dan penyembah orang-orang shaleh yang
beristighatsah kepada selain Allah lagi menyeru selain-Nya,
karena penyerahan wajah kepada Allah dan ihsan dalam beramal itu
telah hilang dari mereka dan tidak mereka dapatkan.” [Minhaj At Ta’sis
: 70]
Syaikh Muhammad
Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata : “Takutlah kepada Allah,
takutlah kepada Allah, wahai saudara-saudaraku pegang teguhlah
pokok dien kalian, yang pertama dan paling akhir, pangkalnya dan
kepalanya, yaitu kesaksian atas Laa ilaaha illallah, kenalilah maknanya,
cintailah orang-orang yang merealisasikannya dan jadikanlah mereka
itu sebagai saudara-saudara kalian meskipun mereka itu jauh. Kafirlah
kalian kepada para Thaghut, musuhilah mereka, bencilah orang yang
mencintai mereka atau yang mendebat dalam membela-bela mereka atau
orang yang tidak mau mengkafirkan mereka atau orang yang berkata : “Tak
ada urusan saya dengan mereka.” Sungguh telah dusta orang ini atas nama
Allah dan mengada-adakan, justeru Allah telah membebani dia
untuk (mengomentari negatif) mereka dan memfardhukan atasnya untuk kufur
terhadap mereka dan berlepas diri dari mereka meskipun mereka
itu saudara-saudaranya atau anak-anaknya.” [Hadiyyah Thayyibah dalam
Majmu’ah At Tauhid:86]
1. Doa ada dua,
doa permintaan seperti isti’aanah, istighatsah dan isti’aadzah, dan doa
ibadah seperti shalat, shaum, penyandaran wewenang hukum dan yang
lainnya.
2.
Termasuk dalam jajaran ‘Ubbaadul Qubuur adalah semua orang-orang musyrik
dari kalangan penyembah undang-undang buatan dan para penyembah
pemerintah kafir. (Lihat Kitab Ath Thabaqat, Syaikh Ali Al
Khudlair: 3).
Oleh: Abu Sulaiman Aman Abdurrahman
0 komentar
Posting Komentar