Selasa, 04 September 2012

PELANGI PERTAMA KALI DIDEFINISIKAN ARISTOTELES

Pelangi buat anak kecil adalah hiasan langit yang sangat menawan. Pelangi yang berwarna-warni juga menjadi judul lagu di banyak negara, termasuk Indonesia. Fenomena pelangi sudah tercipta sejak alam ini ada. Munculnya tidak menentu, namun bisa diperkirakan dan dipetakan posisinya. Benda-benda langit yang menjadi prasarat hadirnya pelangi pun bisa dirinci.

Asal mulanya, pelangi tidak bisa didefinisikan secara jelas. Sebagian orang di masa lalu menganggap bahwa pelangi itu berbentuk nyata dan berada di tempat tertentu. Sebagian lain bahkan mengaitkan munculnya pelangi dengan tanda bakal terjadinya peristiwa tertentu. Pihak yang optimis menafsirkannya sebagai pertanda baik, dan yang pesimis menganggapnya sebagai pertanda buruk.

Secara ilmiah, pelangi baru mulai didefinisikan pada masa kehidupan Aristoteles. Dialah orang yang pertama kali menjelaskan secara ilmiah fenomena pelangi. Menurut situs datalyse.dk, di masa hidupnya (384-322 tahun sebelum masehi) Aristoteles menyebutkan bahwa pelangi adalah refleksi cahaya matahari yang dipantulkan awan.

Saat itu, Aristoteles sudah menyebutkan bahwa untuk melahirkan pelangi, pantulan cahaya matahari ini memerlukan sudut tertentu. Dia juga mengungkapkan bahwa pelangi sebenarnya tidaklah berada di tempat tertentu, tapi hanya bisa diketahui posisi sudutnya di langit.

Definisi pelangi Aristoteles ini kemudian disempurnakan oleh Alexander dari Aphrodisias. Pada tahun 200 masehi, dia menemukan perbedaan warna langit yang di dalam lengkung pelangi, dan di luar lengkung pelangi. Menurut dia, langit di dalam lengkung lebih gelap dibanding yang di luar lengkung. Wilayah langit yang gelap ini pun kemudian dinamai Lingkaran Gelap Alexander.

Penjelasan soal pelangi pun disempurnakan lagi oleh Roger Bacon pada tahun 1266. Dia sebutkan bahwa posisi pelangi berada di sudut 42 derajat. Di tahun 1304 seorang pendeta dari Jerman, Theodore Freiberg meyakini bahwa setiap hujan di awan punya pelangi sendiri. Dia buktikan hipotesisnya ini dengan pantulan cahaya matahari saat terjadi pelangi di botol melingkar.

Di tahun 1666, ahli fisika Newton membuat definisi tentang pelangi menjadi lebih lengkap. Dia pahami perbedaan warna pelangi terjadi karena perbedaan panjang gelombang cahaya matahari yang dipantulkan oleh awan. Dia juga berhasil menemukan ukuran ketebalan pelangi, yakni 2 derajat 15 menit.

Dalam perkembangan selanjutnya, beberapa ilmuwan kemudian menyebut soal angka busur pelangi. Konsep ini tidak bisa dijelaskan oleh temuan Newton. Pada tahun 1803 Thomas Young menunjukkan bahwa gelombang yang berasal dari dua sumber gelombang menghasilkan perbedaan terang dan gelap di sekitar pelangi.

Penelitian maupun penjelasan soal pelangi pun terus berkembang. Pada tahun 1815, David Brewster mengungkapkan bahwa pantulan cahaya matahari yang menghasilan pelangi itu sepenuhnya terpolarisasi. Karena itu, warna pelangi bisa tetap terlihat dengan sepasang kaca mata yang lensanya polaroid.


source

0 komentar