Kamis, 03 Januari 2013

Kesulitan-Kesulitan dalam Pemahaman Sufisme

Kesulitan-Kesulitan dalam Pemahaman Sufisme (1)

Dalam abad di mana institusionalisasi bergerak maju secara lambat ini, setidaknya sama sulitnya dengan membuat masalah ini secara efektif.

Bagaimana pun seribu tahun lalu, pengembara darwis Niffari di Mesir, dalam pengaruh-tetap klasiknya, Muwaqif ('orang-orang yang berhenti'), dengan penuh semangat menekankan bahaya dari kesalahan wahana untuk mencapai sasaran.

Dekat dengan masalah ini adalah satu diantara kepemimpinan atau jabatan guru. Guru Sufi adalah seorang konduktor, pemimpin dan instruktur (pelatih)—bukan dewa. Pemujaan pribadi dilarang dalam Sufisme.

Oleh karena itu Rumi berkata, "Janganlah melihat bentuk luarku, tetapi ambil apa yang ada dalam tanganku."

Dan Jurjani berujar, "Kerendahan hatiku yang engkau sebut adalah tidak ada, karena engkau telah terpengaruh olehnya. Hal itu ada karena alasannya sendiri."

Bagaimana pun kepribadian yang menarik bagi orang biasa bahwa para pengganti guru-guru Sufi telah cenderung menghasilkan, lebih baik daripada penerapan kehidupan atas prinsip-prinsip berpikir, sistem-sistem hagiografi, ganjil dan kurang sempurna. Tema mengenai sifat kesementaraan dari 'kepompong' ulat gemar dilupakan. Karena itu tetap dibutuhkan suatu teladan baru.

Problem selanjutnya bagi murid yang tidak sadar akan situasi di atas merupakan eksistensi dari apa yang telah disebut 'biografi ilustratif'. Muatan materi ini dirancang untuk belajar, pada akibat-akibat tertentu, di dalam perjalanan di mana banyak dongeng atau cerita isapan jempol dapat berisi fakta-fakta yang didramatisasi.

Dengan perjalanan waktu, mereka hidup lebih lama daripada manfaat mereka, dan kemudian diambil sebagai kebohongan atas catatan-catatan kebenaran harfiah. Di mana ahli sejarah yang akan dengan rela melepas atau menyerahkan sumber materi seperti itu?

Hal itu sebagai contoh, karena di dalam sebuah biografi Maulana Jalaluddin Ar-Rumi ia menyatakan telah melewatkan atau menghabiskan masa-masa yang panjang dalam bak mandi Turkinya, para pencari yang memiliki kesadaran lebih tinggi dan akan dicerahkan telah benar-benar tahu berkah dari laporan tersebut dengan arti seperti membangun dan sering-sering mengunjungi steambath milik mereka. Mereka, sebaliknya, mempunyai milik para penirunya sendiri.
Kesulitan-Kesulitan dalam Pemahaman Sufisme (2)

Bagi siapa yang ingat sajak kanak-kanak mereka, mungkin dapat memahami satu aspek dari kajian berkaitan dengan Sufi dengan memikirkan tentang ketidakberuntungan Humpty-Dumpty.

Seperti Humpty, gagasan-gagasan Sufi telah mengalami suatu kejatuhan yang besar—ketika telah dipakai pada tingkatnya terendah. Sebagai konsekuensi, mereka telah jatuh ke dalam semua jenis tempat-tempat asing sama sekali.

Lihat pada nukilan-nukilan Humpty, kita dapat menyebutnya para cendekiawan emosionalis dan konvensionalis, 'kuda-kuda milik raja' dan 'para lelaki milik raja' dalam sajak. Seperti mereka, ada suatu sifat yang tak dapat dielakkan mengenai ketidakberdayaan menghadapi persoalan.

Seorang laki-laki dan seekor kuda—atau beberapa dari mereka—milik seorang raja atau sebaliknya, adalah cocok hanya untuk sebegitu banyak tugas, tidak lebih. Sesuatu yang hilang, sebagaimana dalam sajak kanak-kanak: dan kecuali (kalau) mereka kaum Sufi atau menggunakan metode-metode kaum Sufi, mereka tidak dapat 'menempatkan Humpty bersama-sama lagi'.

Mereka memiliki kuda dan mereka memiliki orang laki-laki, tetapi mereka tidak mendapatkan kendaraan, ilmu pengetahuan.

Jika gagasan-gagasan Sufi, sebagaimana diungkapkan di dalam buku-buku dan diantara komunitas-komunitas yang berhubungan dengan persiapan atau 'anak yatim', dan bentuk yang telah ditentukan oleh ajaran-ajaran dan keberadaan suatu contoh yang bersifat manusiawi, sesungguhnya dirancang untuk melahirkan (menghasilkan) suatu bentuk daya pikir yang lebih bernilai daripada pemikiran yang bersifat mekanis, murid mungkin mengajukan alasan bahwa dia berhak tahu mengenai hasil tersebut.

Dia mungkin berharap menemukan kaum Sufi mengambil satu bagian, tanpa kecuali, secara signifikan atau bahkan menentukan dalam peristiwa-peristiwa kemanusiaan.

Sementara Sufi tidak akan menerima bahwa aklamasi publik adalah apa yang ia cari (paling banyak dari mereka lari), dan bahwa dia tidak khawatir atau menginginkan untuk menjadi seorang Albert Schweitzer—bersama dengan—Napoleon bersama dengan—Einstein, meski terdapat bukti-bukti yang demikian berkesan dari pusaka atau warisan Sufi yang sangat kuat.

Lebih mengejutkan daripada itu, bagi siapa yang mencari label dan batas Sufisme sebagaimana dengan cara yang sederhana ini, atau cara pemujaan itu, merupakan perluasan dan jenis-jenis dari dampak Sufi, mengesampingkan klaim Sufi bahwa tokoh terbesar mereka nyaris selalu tanpa nama (tak dikenal).

Selama periode-periode dari sebagian besar kekerasan monarki, pada milenium yang lalu, kaum Sufi di Timur telah menjadi raja atau di belakang mereka sebagai penasihat.

Pada waktu yang sama, di bawah kondisi yang lain, kaum Sufi telah bekerja menentang banyak lembaga-lembaga martabat raja atau mengurangi penyalahgunaannya.

Nama-nama dari tidak sedikit laki-laki dan perempuan berikut ini telah berhasil. Mogul Dara Shikoh dari India telah mencari suatu bentuk pertemuan antara Hindu, agamanya, dan Muslim, serta lain-lain.

Para pembela (patriot) Sufi telah berperang melawan para tiran dari luar (asing) untuk kutipan-kutipan pernyataan yang ada—kadang di atas suatu skala besar, sebagaimana dengan Sufi yang terilhami para pendukung Janissari Turki, sisa-sisa pemimpin Syamil dari Kaukasus, Sanusi dari Libya, atau para darwis dari Sudan.

Hampir semua literatur Persia dalam periode klasik adalah Sufistik, dan juga merupakan karya-karya ilmu pengetahuan, psikologi dan sejarah yang berlimpah.

Kutipan-kutipan hanya dibuat merupakan suatu peristiwa dari catatan sejarah dan dapat dikembangkan secara besar-besaran dalam tingkat dan jumlah.

Di mana pun penelitian-penelitian dengan cara sebagian-sebagian itu dilakukan oleh para sarjana di atas, yang sering saya gambarkan dalam wacana ini memiliki nilai tak terhitung, dalam fakta yang terpelihara, peninggalan itu untuk suatu semangat belajar yang baru, mengumpulkan dan menyatukan kegiatan-kegiatan Sufi yang luas dan bernilai dalam masyarakat. Dengan cara ini kita mungkin mencatat keberhasilan dan memperkecil kehilangan.

Seperti para murid—dan ini merupakan problem yang lainnya—disamping kurang mudah mendapat indoktrinasi dari para pendahulu mereka, harus mengingat akan muatan Sufistik itu sendiri ketika mereka mengatakan, ‘Sufisme harus dipelajari dengan satu sikap tertentu, di bawah kondisi tertentu, dalam satu cara tertentu.'
Kesulitan-Kesulitan dalam Pemahaman Sufisme (4)

Pengkajian tentang sufisme tidak dapat didekati, misalnya, dari sudut pandang tunggal, bahwa hal itu adalah suatu sistem mistikal yang dirancang untuk menghasilkan ekstasi dan didasarkan atas konsep-konsep teologis.

Sebagaimana sebuah puisi sufi oleh Omar Khayyam, menyatakan:

    Di dalam bilik kecil dan beranda biara,
    di dalam biara Kristen dan gereja Yahudi,
    Di sini orang merasa takut akan neraka,
    lainnya bermimpi tentang surga.
    Tetapi ia yang tahu rahasia-rahasia kebenaran dari Tuhannya
    Tidak menanam benih-benih seperti itu di dalam hatinya.

Tampaknya tidak mungkin bahwa banyak kemajuan terhadap pengertian yang tersebar luas tentang gagasan-gagasan sufi akan terjadi hingga lebih banyak para sarjana membantu diri mereka sendiri terhadap metode-metode interpretatif tentang sufi.

Jika tidak demikian, mereka akan melanjutkan upaya yang sia-sia tentang fenomena kedua. Sebaliknya, hal ini menambah satu problem khusus untuk sufi itu sendiri. Sebagaimana kata Ibnu Arabi, "Sufi harus berbuat dan berbicara dalam suatu cara yang menggunakan pertimbangan pengertian, batas-batas, dan prasangka-prasangka yang secara dominan menyelimuti pendengarnya."

Belajar yang benar tentang gagasan-gagasan sufi tergantung atas penyediaan dan penggunaan yang benar dari literatur dan juga hubungan dengan pelatih atau pembimbing sufi.

Sebagaimana tersedianya literatur, waktu mungkin mendapatkan hak tersebut dalam pelajaran biasa terhadap peristiwa-peristiwa, meski dua pengalaman tersisa menunjukkan bahwa kehilangan, lagi-lagi, mungkin menjadi serius.

Satu diantara buku-buku saya telah dikritik oleh seorang skolastik yang ulung dan ahli sufisme di Timur Tengah atas alasan atau dasar bahwa pelawak (the Joker) Mullah Nashruddin bukan tokoh atau figur instruksi sufi.

Dia tidak tahu pada waktu itu dan mungkin tetap tidak tahu, bahwa pada saat itu seorang murid Eropa telah benar-benar tinggal dalam suatu komunitas darwis di Pakistan yang menggunakan Mullah Nashruddin dan tidak ada lainnya sebagai materi pelajaran.

REPUBLIKA.CO.ID, Tetapi semata-mata menambah informasi mengenai sufisme tidaklah cukup.

Tidak lama ketika saya dengan tanpa dosa menuntut mengenai prospek hari raya (suci) dari seorang cendekiawan Barat yang saya tahan untuk membicarakan mengenai sebuah pulau Yunani, ia menyerang saya dengan sebuah makian.

Mengacungkan sebuah salinan dari satu diantara buku saya, dia berkata, "Engkau membuang-buang waktumu memikirkan tentang hari raya, dan mencoba menyia-nyiakan waktu dari orang yang membaca buku ini; sesuatu yang lebih berharga daripada semua hari rayamu!"

Kita seharusnya tidak membuat bingung orang yang berpikir bahwa mereka tertarik pada sufisme, atau orang yang berpikir bahwa mereka adalah kaum sufi, dengan mereka yang benar-benar dapat mempelajari sufisme dan mendapatkan keuntungan dari hal itu.

Sufisme selalu telah menjadi sesuatu yang tidak dapat dinilai dari suatu kajian orang yang menyatakan menjadi sahabat-sahabatnya.

Kajian yang efektif tentang sufisme saat ini, yang terpenting di Barat, dimana rasa tertarik terhadapnya sungguh besar, syarat-syarat berikut bagi para calon murid:

1. Mengerti bahwa bagian terbesar dari terjemahan-terjemahan yang tersedia adalah tidak sesuai. Hal ini terutama karena buku-buku aslinya dimaksudkan untuk komunitas khusus dan pengunjung serta budaya setempat, yang sekarang keberadaannya tidak dalam bentuk yang sama.

2. Mencari bahan-bahan tulisan dan lisan dari orang yang memiliki otoritas dan kegiatan-kegiatan yang dirancang oleh kaum sufi untuk mengoperasikan dalam budaya, waktu dan lingkungan-lingkungan lain milik si murid.

3. Mengakui bahwa semua organisasi kecuali kaum sufi yang asli, selalu merupakan alat-alat yang bersifat kondisional, secara sadar atau sebaliknya.

4. Siap untuk melepaskan prakonsepsi-prakonsepsi tentang apakah konstitusi 'belajar'. Kerelaan mempelajari peristiwa-peristiwa atau bahan-bahan materi yang mungkin tidak muncul menjadi 'esoterik'.

5. Menentukan apakah penyelidikannya atau bukan, adalah suatu bentuk tersembunyi dari suatu penyelidikan untuk integrasi sosial, suatu manifestasi dari keinginan tahu belaka, suatu keinginan karena rangsangan emosional atau kepuasan hati.

6. Menghargai, bahkan sebagai suatu karya hipotesis, kemungkinan bahwa ada (terdapat) suatu kesadaran, efisien dan sumber yang disengaja terhadap ajaran Sufistik yang benar-benar sah dalam pengoperasian di Barat.



Sumber: Jalan Sufi: Reportase Dunia Ma'rifat
oleh Idries Shah/Media Isnet

0 komentar