Pada dasarnya pandangan berpikir orang
Cina selalu mengembalikan hakekat keharmonisan antara kehidupan
“langit” (alam gaib) dan kehidupan di bumi (alam dunia nyata). Mereka
percaya bahwa alam semesta ini sebagai akibat dari inkarnasi kekuatan
alam. Alam dikuasai oleh spirit-spirit yang kekuatannya luar biasa. Alam
semesta semata-mata hanyalah ekspresi dari kekuatan-kekuatan alam yang
dipengaruhi oleh spirit-spirit yang mendiami alam. Beberapa spirit itu
berada dan hidup di dalam fenomena-fenomena alam seperti langit,
matahari, tanah, air, tumbuh-tumbuhan, gunung, serta fenomena-fenomena
alam lainnya. Di antara spirit-spirit alam itu adalah spirit yang
berasal dari arwah leluhur yang kekuatan hidupnya sangat besar,
sekeluarga dapat melanjutkan kekekalan hidupnya setelah jasad
jasmaniahnya mati.
Menurut
dasar pikiran orang Cina, seluruh fenomena alam itu dapat dibagi dua
klasifikasi yaitu yang dan yin. “Yang” merupakan prinsip dasar untuk
laki-laki, matahari, arah selatan, panasnya cahaya (siang), dan segala
yang termasuk keaktifan, sedangkan “yin” adalah suatu prinsip seperti:
wanita, bulan, arah utara, dingin, gelap (malam), dan segala yang
bersifat pasif. Orang Cina beranggapan bahwa manusia harus dapat
menyesuaikan diri dengan ritme alam semesta. kehidupan harus harmonis
dengan tiga dasar yaitu: kehidupan langit, bumi, dan kehidupan manusia
itu sendiri. Di samping itu harus disesuaikan pula dengan fengsui yang
berarti angin dan air. Penyesuaian itu berarti hidup manusia itu harus
disesuaikan dengan arah angin dan keadaan air di mana manusia bertempat
tinggal. Tiap bangunan yang dipergunakan harus pula disesuaikan dengan
keadaan fengsui, sehingga akan terhindar dari segala malapetaka.
Kedua
prinsip yin dan yang ini merupakan nafas dan kekuatan yang dilambangkan
dalam bentuk lingkaran yang dibagi dalam dua bagian dengan garis yang
saling melingkar yang memisahkan yang dan ying. Bulatan melambangkan
prinsip alam semesta, dimana alam semesta ini terwujud oleh karena kedua
prinsip kesatuan antara yang dan yin. “Yang” merupakan daya cipta suatu
sifat Tuhan yang memberi gerakan dan hidup kepada sesuatu. “Yin”
bersifat bahan atau zat yang diberi kemampuan menerima “yang”, sehingga
terjadilah hidup dan bergerak. Dengan kata lain, “yang” bersifat memberi
dan memperbanyak, sedangkan “yin” bersifat menerima dan menyimpan.
Adanya kesatuan hidup ini terjelmalah fenomena alam semesta seperti:
air, kayu, bumi, dan makhluk hidup di dalamnya. Penciptaan dan
pergerakan kesatuan yang dan yin tunduk dan mengikuti hukum tata
kehidupan alam semesta, sehingga dengan demikian bergerak dengan teratur
dan berirama. Ritme ini mengisi dan mengatur setiap ruangan di alam
semesta ini seperti jalannya matahari, bintang, bulan, pergantian musim,
dan lain-lain. Ritme ini disebut tao yaitu bagaimana sesuatu di dunia
itu dijadikan dan jalan bagaimana orang harus mengatur hidup. Tao adalah
jalan Tuhan. Dasar demikian inilah yang selanjutnya menimbulkan paham
Taoisme.
Dalam
kehidupan orang Cina, ada tiga ajaran yang mereka anut yaitu Toisme,
Konfusianisme, dan Buddha. Ketiga ajaran ini sudah saling menyatu
(sinkretisme) dan dikenal dengan nama San Jiao atau Sam Kauw (dialek
Hokkian). Dalam kehidupannya, orang Cina memang sangat toleran terhadap
soal-soal agama. Setiap agama dianggap baik dan bermanfaat, begitu pula
dengan ajaran Taoisme, Konfusianisme, dan Buddha yang mempunyai banyak
kesamaan-kesamaan pandangan dan saling membutuhkan sehingga ketiga
ajaran tersebut berpadu menjadi satu.
Toisme
Taoisme
merupakan ajaran pertama bagi orang Cina yang dikemukakan Laotze. Ia
dilahirkan di Provinsi Hunan pada tahun 604 SM. Dikisahkan, Laotze
merasa amat kecewa akan kehidupan dunia, sehingga ia memutuskan untuk
pergi mengasingkan diri dengan tidak mencampuri urusan keduniawian. Ia
kemudian menulis kitab Tao Te Ching yang kelak menjadi dasar pandangan
ajaran Taoisme. Tao berarti “jalan” dan dalam arti luas yaitu realitas
absolut, yang tidak terselami, dasar penyebab, dan akal budi. Kitab Tao
Te Ching memuat ajaran bahwa seharusnya manusia mengikuti geraknya
(hukum alam) yaitu dengan menilik kesederhanaan hukum alam. Dengan Tao
manusia dapat menghindarkan diri dari segala keadaan yang bertentangan
dengan irama alam semesta. Taoisme diakui sebagai suatu pre-sistematik
berpikir terbesar di dunia yang telah mempengaruhi cara berpikir orang
Cina.
Haryono (1994), menyimpulkan bahwa pada dasarnya filsafat Taoisme dibangun dengan tiga kata, yaitu:
- Tao Te, “tao” adalah kebenaran, hukum alam, sedangkan “te” adalah kebajikan. Jadi Tao Te berarti hukum alam yang merupakan irama dan kaidah yang mengatur bagaimana seharusnya manusia menata hidupnya.
- Tzu-Yan artinya wajar. Manusia seharusnya hidup secara wajar, selaras dengan cara bekerja sama dengan alam.
- Wu-Wei berati tidak campur tangan dengan alam. Manusia tidak boleh mengubah apa yang sudah diatur oleh alam.
Pada
zaman pertengahan dinasti Han muncul seorang yang bernama Zhang
Dao-ling, yang juga menulis kitab Tao. Ia juga menyembuhkan orang sakit,
membuat jimat sehingga banyak orang yang kemudian menjadi pengikutnya.
Begitu besar pengaruhnya hingga pada akhirnya ajaran-ajarannya menjadi
dasar dari agama Tao yang kemudian disebut Tao-Jiao. Di dalam
penerapannya, aliran mereka berbeda dengan ajaran Tao yang dilontarkan
oleh Laotze. Jika Laotze mengajarkan hidup selaras dengan alam, Tao-Jiao
justru mengajarkan upaya untuk menentang kehendak alam. Usaha ini
mereka lakukan dengan jalan melakukan tapa untuk hidup abadi, membuat
jimat-jimat dan kias guna menolak pengaruh jahat, sakit, penyakit, dan
sebagainya (Setiawan, dkk, 1982: 156-157). Dalam prakteknya, perwujudan
ajaran Tao-Jiao antara lain berupa atraksi-atraksi seperti berjalan di
atas bara api, memotong lidah, dan perayaan-perayaan tertentu.
Konfusianisme
Konfusianisme
atau Konghuchu mulai dikenal di Cina melalui pemikiran-pemikirannya
yang cemerlang yang dilontarkan pada zaman Chou Timur (770-221 SM).
Konghuchu lahir pada tahun 551 SM berasal dari kota Lu, Provinsi
Shandong. Pada masa itu dinasti Chou tengah kehilangan kendali terhadap
para tuan tanah yang menempati hampir setengah bagian dari wilayah Cina.
Konghuchu dibesarkan oleh ibunya karena ia sudah kehilangan ayahnya
ketika masih berusia tiga tahun. Ketika dewasa dan bekerja sebagai
pegawai di kuil bangsawan Zhou, ia mengikuti semua detail-detail yang
terdapat dalam perayaan yang akhirnya menjadikannya sebagai seorang yang
ahli dalam ritual agama kuno.
Konfusianisme
adalah humanisme, tujuan yang hendak dicapai adalah kesejahteraan
manusia dalam hubungan yang harmonis dengan masyarakatnya. Kodrat
manusia menurut konfusius adalah “pemberian langit”, yang berarti bahwa
dalam hal tertentu ia berada di luar piliham manusia. Kesempurnaan
manusia terletak dalam pemenuhannya sebagai manusia yang seharusnya.
Moralitas merupakan realisasi dari rancangan yang ada dalam manusia.
Oleh karena itu, tujuan manusia yang paling tinggi adalah menemukan
petunjuk sentral bagi moral yang mempersatukan manusia dengan seluruh
isi alam semesta. Bagi Konfusius, manusia adalah baian dari konstitutif
dai seluruh isi alam semesta. Manusia harus berhubungan secara indah dan
harmonis dengan harmoni alam di luarnya. Ungkapan yang paling terkenal
yang merupakan inti ajarannya yaitu tidak berbuat kepada orang lain apa
yang dia tidak sukai orang lain perbuatan pada dirinya. Secara praktis
ajaran Konfusius dapat disimpulkan menjadi tiga pokok yaitu:
1. Pemujaan terhadap Tuhan (Thian)
Konfusius
mengajarkan keyakinan kepada pengikutnya bahwa Thian atau Tuhan menjadi
awal atas sumber kesadaran alam semesta dan segalanya. Ia menekankan
bahwa amat perlu untuk melakukan sembahyang korban terhadap Thian.
Pengertian Tuhan dalam kepercayaan Tionghoa sebenarnya juga tidak
berbeda dengan agama-agama yang lain yaitu sebagai pencipta alam semesta
dan segala isinya. Dalam kepercayaan kalangan rakyat, Tuhan biasanya
disebut sebagai Thian atau Shangdi atau Siang Te (dialek Hokkian). Thian
adalah penguasa tertinggi alam semesta ini. Karena itu, kedudukan-Nya
berada di tempat yang paling agung, sedangkan para dewa dan malaikat
yang lain adalah para pembantunya dalam menjalankan roda pemerintahan di
alam semesta ini, sesuai dengan fungsinya masing-masing. Di dalam
sistem pemerintahan ini, merupakan cerminan dari prinsip Yin dan Yang,
yang diwujudkan dalam bentuk pemerintahan di dunia dan pemerintahan
surga yang dilakukan oleh para dewa yang dipuncaki oleh Shangdi. Rakyat
percaya pemerintahan surga memiliki struktur yang sama dengan
pemerintahan dunia. Kalau pemerintahan dunia terdiri dari kaisar, para
keluarganya, perdana menteri, menteri-menteri sipil dan militer, dan
lain sebagainya, maka pemerintahan surga pun dipimpin oleh Shangdi dan
dibantu para dewa-dewa baik sipil maupun militer untuk mengatur tata
tertib di alam semesta ini. Sebab inilah maka para kaisar (hung-di) yang
di bumi merasa perlu untuk memuja Shangdi (yang berkedudukan di atas)
untuk memohon perlindungan dan berkah serta petunjuk-petunjuk untuk
menjalankan roda pemerintahan di mayapada ini agar selalu selaras dengan
kehendak Shangdi (Shang=di atas, di=tanah).
2. Pemujaan terhadap leluhur
Pemujaan
terhadap leluhur adalah menolong seseorang untuk mengingat kembali
asal-usulnya. Di sini asal mula manusia adalah dari leluhurnya. Upacara
pemujaan terhadap leluhur di sini diperlukan sesaji. Sebagian besar
aktifitas rumah tangga dalam keluarga Cina selalu berhubungan dengan roh
leluhur. Salah satu fungsi utama dalam keluarga adalah melakasanakan
pemujaan terhadap leluhur. Pemujaan leluhur dipandang sebagai perwujudan
dari bakti anak terhadap orang tua dan leluhurnya (Xiao). Pelaksanaan
upacara pemujaan leluhur dalam keluarga dipimpin oleh ayah sebagai
kepala keluarga. Keluarga Cina menganut garus keturunan dari pihak ayah
atau disebut patrilineal. Garis keturunan sangat penting bagi mereka
guna menjaga kelangsungan keluarga. Oleh karena itu, anak laki-laki
sangat penting untuk meneruskan garis keturunan.
3. Penghormatan terhadap Konfusius
Bagi
orang Cina merupakan kewajiban mereka untuk menghormati Konghuchu yang
mereka anggap sebagai guru besar seperti halnya penghormatan terhadap
orang tua. Konghuchu dianggap telah berjasa dalam mengajarkan
dasar-dasar ajaran moral yang sampai sekarang masih terus diterapkan.
Filsafatnya yang pada akhirnya menyatu dengan kehidupan masyarakat Cina
membuat secara keseluruhan ajaran Konfusius lebih banyak ditujukan
kepada manusia sebagai makhluk hidup.
Buddhisme
Agama
Buddha sudah menjadi bagian dari filosofi Cina selama hampir 2000
tahun. Meskipun Buddha bukanlah merupakan agama asli, melainkan pengaruh
dari India, tetapi ajaran Buddha mempunyai pengaruh yang cukup berarti
pada kehidupan orang Cina. Tema pokok ajaram agama Buddha adalah
bagaimana menghindarkan manusia dari penderitaan (samsara). Kejahatan
adalah pangkal penderitaan. Manusia yang lemah, tidak berpengetahuan
(akan Buddhisme) akan sangat mudah terkena kejahatan dan sulit untuk
membebaskan diri dari penderitaan.
Pendiri
agama Buddha adalah Sidharta Gautama. Ia dilahirkan dari keluarga
bangsawan di India. Sewaktu kecil, ayahnya menjauhkan Sidharta dari
segala macam bentuk penderitaan dunia, sampai pada suatu hari secara
tidak sengaja ia melihat orang-orang yang selama ini belum dilihatnya
yaitu orang-orang tua, seorang yang sakit dan yang meninggal. Kenyataan
tersebut membuatnya kemudian meninggalkan istana dan bertapa di bawah
pohon bodhi. Setelah bertapa selama enam tahun akhirnya ia memperoleh
pencerahan dengan menemukan obat penawar bagi penderitaan, jalan keluar
dari lingkaran tanpa akhir yaitu melalui kelahiran kembali kepada suatu
jalan menuju Nirwana. Jalan ini yang kemudian dikenal juga sebagai inti
dari ajaran Buddha.
Buddhisme
masuk ke Cina kira-kira abad 3 Masehi, pada masa pemerintahan dinasti
Han. Buddhisme selanjutnya mengalami perkembangan sendiri di negara
tersebut. Ajarannya di Cina mendapat pengaruh dari kepercayaan yang
sudah ada sebelumnya yaitu Taoisme dan Konfusiansianisme. Hal yang
paling kentara dari percampuran ini ialah dengan munculnya sekte Shan,
yang juga muncul di Jepang dengan nama Zen yang merupakan Buddhisme
India bercorak Taoisme Cina. Wujud dari agama ini adalah timbulnya
versi-versi signifikan dari dewata-dewata buddha, seperti
Avalokitecvara, Maitreya, dan sebagainya. Avalokitecvara berubah menjadi
Dewi Welas Asih (Guan Yin atau Kwan Im). Dewi ini sangat populer sekali
di kalangan orang Cina, tempat orang memohon pertolongan dalam
kesukaran, memohon keturunannya, dan lain sebagainya. Kwan Im dalam
penampilannya mempunyai 33 wujud, diantaranya yang paling populer adalah
Kwan Im berbaju putih, Kwan Im membawa botol air suci, dan Kwan Im
bertangan seribu. Dalam Avalokitecvara, Maitreya juga mempunyai wujud
lain di Cina yaitu Mi le fo, seorang yang bertubuh gemuk dan raut muka
yang selalu tertawa. Dewa ini dikenal sebagai dewa pengobatan.
Selain dewata-dewata Buddhis, di dalam sistem kepercayaan rakyat Cina mengenal tiga penggolongan utama dewata, yaitu:
- Dewata penguasa alam semesta yang mempunyai wilayah kekuasaan di langit. Para dewata golongan ini dipimpin oleh dewata tertinggi yaitu Yu Huang Da Di, Yuan Shi Tian Sun, dan termasuk di dalamnya antara lain dewa-dewa bintang, dewa kilat, dan dewa angin.
- Dewata penguasa bumi yang memiliki kekuasaan di bumi, walau sebetulnya mereka termasuk malaikat langit. Kekuasaan mereka adalah dunia dan manusia, termasuk akhirat. Mereka dikatakan sebagai para dewata yang menguasai Wu-Xing (lima unsur), yaitu: (a) kayu (dewa hutan, dewa kutub, dan lain sebagainya); (b) api (dewa api, dewa dapur); (c) logam (dewata penguasa kekayaan dalam bumi); (d) air (dewa sumur, dewa sungai, dewa laut, dewa hujan, dan lain sebagainya); (e) tanah (dewa bumi, dewa gunung, penguasa akhirat, dewa pelindung kota, dan lain sebagainya)
- Dewata penguasa manusia, yaitu para dewata yang mengurus soal-soal yang bersangkutan dengan kehidupan manusia seperti kelahiran, perjodohan, kematian, usia, rezeki, kekayaan, kepangkatan dan lain sebagainya. Termasuk dalam golongan dewata penguasa manusia ini adalah para dewata pelindung usaha pertokoan, dewata pengobatan, dewata pelindung, dan peternakan ulat sutra. Di samping itu, terdapat dewata-dewata kedaerahan yang menjadi pelindung masyarakat yang berasal dari daerah yang sama.
Sumber:
Supardi, Nunus, dkk,. 2000. Kelenteng Kuno di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
0 komentar
Posting Komentar