Selasa, 25 Maret 2014

Mitos Letusan Gunung Slamet yang Mampu Membelah Pulau Jawa


Gunung Slamet adalah gunung tertinggi di Jawa Tengah atau gunung tertinggi ke dua di Pulau Jawa adalah gunung berapi yang masih aktif yang terletak di perbatasan Kabupaten Brebes, Banyumas, Purbalingga, Kabupaten Tegal, dan Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah.

Tinggi gunung ini adalah 3.428 meter dpl atau hanya memiliki selisih kurang lebih 200 meter saja dari Gunung Tertinggi di pulau Jawa, Gunung Semeru.

Sejarah Nama "Slamet"
Sejarawan Belanda, J. Noorduyn berteori bahwa nama "Slamet" adalah relatif baru, yaitu setelah masuknya Islam ke Jawa (kata itu merupakan pinjaman dari bahasa Arab yang memiliki arti "Selamat"). Ia mengemukakan pendapat bahwa yang disebut sebagai Gunung Agung dalam naskah berbahasa Sunda mengenai petualangan Bujangga Manik adalah Gunung Slamet, berdasarkan pemaparan lokasi yang disebutkan.

Mitos Tentang Gunung Slamet
Gunung Slamet dikenal sebagai salah satu pusat kegiatan spiritual Jawa, seperti Gunung Lawu. Banyak orang dari berbagai daerah datang ke Gunung Slamet untuk misi spiritual berdoa agar keinginan dan apa yang cita-citakan terkabul.

Mereka yang ingin melaksanakan kegiatan spiritual diwajibkan membawa persyaratan kembang dan kemenyan, selain itu pendaki harus bersama juru kunci. Jika tidak membawa persyaratan, pendaki akan melihat kejadian aneh, tapi tidak berbahaya.

Menurut informasi mereka yang datang ke Gunung Slamet bukan saja dari kalangan biasa. Ada pula kalangan pejabat. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan istrinya Ani Yudhoyono pada 21 Februari 2013 juga mengunjungi wilayah Gunung Slamet.

Konon, Gunung Slamet dihubungkan dengan penggantian presiden Indonesia. Presiden yang berkunjung ke daerah sekitar Gunung Slamet, tidak lama kekuasaannya berakhir. Sastoro, anggota DPR RI periode 1999-2004 yang berasal dari Tegal mengungkapkan bahwa Presiden Soekarno sekitar 1964 datang mampir ke Waduk Cacaban (di utara Gunung Slamet). Tidak lama setelah itu terjadi kekacauan 1965 dan Soekarno tumbang.

Serupa hal itu, yakni Gus Dur sehabis berkunjung ke pesantren temannya di Tegal tak lama kemudian lengser. Megawati tanggal 4 Juli 2004 meresmikan TPI di Tegal, setelah itu kalah pilpres.

Spiritualis Ki Joko Bodo juga bercerita, tujuan spiritual dari kunjungan SBY ke Gunung Slamet, justru akan membawa malapetaka bagi SBY. Menurutnya Presiden Soeharto sesaat sebelum lengser juga melakukan kunjungan ke Gunung Slamet.

Menurut cerita orang tua Gunung Slamet memang sedikit berbeda dengan gunung lain di tanah Jawa, gunung Slamet memang bukan gunung biasa didaki hanya untuk tujuan wisata atau rekrasi, hobi atau sekedar ingin menaklukannya. Pendakian ke puncak gunung Slamet biasanya ditujukan untuk tujuan khusus, misalnya karena ada alasan spiritual. Oleh karena itu para pendaki harus melengkapi syarat-syaratnya terlebih dahulu.

Menurut cerita, "slamet" dalam bahasa Indonesia artinya "selamat". Setidaknya sejak jaman kakek moyang hingga sekarang Gunung Slamet jarang sekali bahkan tidak pernah "batuk-batuk" apalagi "muntah-muntah". Keberadaan gunung yang memberikan rasa aman dan tenang selama ini seakan memberikan "keselamatan" bagi masyarakat di sekitarnya.

Meski hanya cerita mitos, namun akibat yang dibayangkan sungguh mengerikan. Mitos menceritakan apabila gunung Slamet meletus, maka letusannya diprediksi akan bisa "membelah" pulau jawa menjadi dua bagian. Entah itu karena timbulnya rekahan besar yang membentang dari utara ke selatan (dan air laut mengalir masuk hingga menyatu) atau karena masing-masing wilayah di barat dan timur bergeser saling menjauh.

Letaknya yang hampir tepat ditengah-tengah antara batas pantai utara dan pantai selatan, serta dikelilingi setidaknya 5 wilayah kabupaten yang berbatasan langsung (Brebes, Tegal, Pemalang, Banyumas, Purbalingga) dan 2 wilayah yang tidak langsung (Kab. Cilacap, Kota Tegal) dimana jika kita lihat di peta akan membentuk suatu garis lurus yang membelah pulau Jawa jika letusan besar itu benar-benar terjadi.

Tentu kita masih mengingat atau tahu tentang sejarah meletusnya gunung Krakatau yang terletak di selat Sunda pada tanggal 26-27 Agustus 1883 silam. Para ahli memperkirakan, jauh sebelum ledakan tahun 1883, Gunung Krakatau Purba dengan ketinggian 2.000 meter dan diameter pantainya mencapai 11 km meletus tidak kalah hebat dengan letusan 1883. Bahkan letusan inilah yang memisahkan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa.

Pada letusan tahun 1883 Gunung Krakatau yang hanya memiliki ketinggian 813 meter itu meletus dahsyat. Letusan itu sangat dahsyat, hingga awan panas dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Suara letusan itu terdengar sampai di Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II.


Bahkan Letusan Krakatau menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga New York. Kejadian itu terjadi karena disebabkan karena sebuah gunung yang hanya memiliki tinggi 813 meter saja. Tidak di bayangkan apa yang akan terjadi apapbila Gunung Slamet benar-benar meletus dengan letusan Dahsyat seperti yang terjadi pada Gunung Krakatau (Rakata) pada masa dulu.

Tak terbayangkan akibatnya apabila memang akhirnya Gunung Slamet benar-benar meletus apalagi dengan letusan yang sangat besar, semua wilayah tersebut masuk dalam jangkuan semburan (minimal debu atau awan panas). Meski mitos ini tidak (belum) terbukti, namun bisa dipastikan Pulau Jawa akan lumpuh. Jalur Pantura akan tersendat, jalur selatan tak bisa digunakan dan jalur tengah akan lumpuh total. Sungguh mengerikan.

0 komentar